BISNIS – Keinginan masyarakat untuk membeli rumah setelah Lebaran 2025 diperkirakan masih akan cenderung rendah. Pengamat properti sekaligus Director Head of Research JLL Indonesia, Muhammad Yunus Karim, berharap aktivitas di sektor properti dapat mengalami peningkatan setelah Idulfitri 2025.
Yunus menjelaskan bahwa peningkatan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi makro, kebijakan pemerintah terkait properti, dan daya beli masyarakat. Jika perekonomian sehat dan kebijakan pemerintah mendukung, maka daya beli masyarakat akan tetap terjaga, yang pada gilirannya dapat mendorong sektor properti.
Menurut Yunus, diskon rumah dan promo yang ditawarkan setelah Lebaran biasanya digunakan pengembang untuk meningkatkan penjualan di luar periode Ramadan.
“Ini tidak selalu mencerminkan penurunan daya beli, melainkan bisa menjadi strategi untuk menarik minat pembeli potensial,” kata Yunus kepada kumparan, Kamis (3/4).
Dia mencatat bahwa pembelian rumah masih didominasi oleh pembeli end user (pengguna akhir), bukan investor. Setelah Lebaran, pembeli yang sebelumnya sudah berniat mencari hunian mulai fokus pada pemilihan properti yang sesuai dengan produk, lokasi, dan kemampuan finansial mereka.
“Tren pencarian properti pasca-Lebaran cenderung bersifat periodik dan tidak selalu mempengaruhi harga pasar dalam jangka panjang,” jelas Yunus.
Yunus mengingatkan calon pembeli rumah setelah Idulfitri 2025 untuk tidak hanya terpaku pada besaran diskon, tetapi juga memperhatikan kualitas properti, reputasi pengembang, lokasi, prospek pengembangan area, legalitas, dan kelengkapan dokumen, serta harga pasar yang wajar.
“Jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan hanya karena tawaran diskon yang menarik. Lakukan pengecekan menyeluruh dan pastikan properti yang dipilih sesuai dengan kebutuhan,” tambah Yunus.
Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memperkirakan pembelian rumah tapak setelah Lebaran 2025 belum akan mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan cenderung negatif.
“Setelah Lebaran, sepertinya pembelian rumah masih belum meningkat, karena penjualan rumah masih negatif,” ujar Bhima kepada kumparan, Kamis (3/4).
Menurut Bhima, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah masih lesu, yang turut mempengaruhi sektor properti Tanah Air. Hal ini disebabkan oleh tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kebijakan penghematan THR.
Namun, Bhima juga mencatat bahwa ada sebagian masyarakat yang sudah merencanakan pembelian rumah melalui skema KPR. Ditambah dengan adanya diskon besar-besaran dari pengembang, hal ini bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Menurut Bhima, salah satu faktor yang membuat masyarakat enggan membeli rumah adalah masalah suku bunga KPR dengan tipe floating rate yang mengikuti suku bunga Bank Indonesia (BI).
“Yang perlu dilihat masyarakat adalah suku bunga. Suku bunga ini memiliki peran penting, dengan 14,3 persen faktor yang menghambat penjualan properti,” ungkap Bhima.
“Banyak konsumen yang terkejut karena suku bunga floating yang tinggi. Misalnya, suku bunga fixed rate bisa 7 persen untuk 1-2 tahun, tapi pada tahun ketiga, begitu suku bunga berubah menjadi floating, bisa melonjak sampai 15 persen,” tambahnya.
Data terbaru dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan rumah tipe kecil dan menengah mengalami penurunan. Berdasarkan rilis Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) kuartal IV 2024, penjualan properti residensial tercatat kontraksi pertumbuhan sebesar 15,09 persen secara tahunan (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi kuartal sebelumnya yang sebesar 7,14 persen (yoy).
Penurunan ini didorong oleh penurunan penjualan rumah tipe kecil dan menengah, masing-masing tercatat kontraksi 23,70 persen (yoy) dan 16,6 persen (yoy). Sementara penjualan rumah tipe besar mengalami pertumbuhan sebesar 20,44 persen (yoy) pada kuartal IV 2024.
Selain itu, penjualan rumah primer pada kuartal IV 2024 juga terkontraksi, dengan penurunan sebesar 11,94 persen (quartal-to-quartal, qtq) untuk rumah tipe kecil dan 9,13 persen qtq untuk rumah tipe menengah. Namun, penjualan rumah tipe besar meningkat 14,12 persen qtq.
Secara keseluruhan, penjualan rumah primer pada kuartal IV 2024 mengalami kontraksi sebesar 6,62 persen secara qtq, melanjutkan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 7,62 persen qtq.