LAMPUNG7COM – Wacana revisi Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah diminta ditunda pembahasannya oleh Presiden Joko Widodo, kini kembali muncul ke permukaan. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah buru-buru menyatakan bahwa revisi UU KPK bukan inisiatif DPR, melainkan murni pemerintah.
“DPR tidak lagi bahas revisi UU KPK kecuali pemerintah yang sodorkan,” kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/11).
“Nanti pemerintah pencitraan lagi bersama rakyat bilang tidak mau ubah, DPR lagi yang kena,” tambah Politikus PKS ini.
Meski mengklaim revisi UU KPK merupakan inisiatif pemerintah, dia sepakat bahwa UU KPK perlu direvisi. Salah satunya tentang kewenangan penerbitan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) yang wajib melekat dalam KPK. “Dimana-mana semua penegak hukum harus bisa SP3. KPK harus ada SP3-nya. Masa (KPK) tidak pernah salah,” ujarnya.
Selain menyoroti masalah SP3, ada beberapa hal yang harus diutamakan dalam revisi UU KPK. Pertama, perlunya lembaga pengawas KPK. Kedua, perlunya kewenangan SP3. Ketiga, aturan penyadapan yang dimiliki KPK. Dalam draf revisi UU KPK, tercantum bahwa KPK saat melakukan penyadapan harus seizin Ketua Pengadilan Negeri (PN). “Karena sampai sekarang tidak ada aturan tentang penyadapan,” ujarnya.
Terakhir, dia menyoroti apakah diperlukannya KPK memiliki penyidik dengan latar belakang independen. [mdk]
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.