Putusan MK: Spa Adalah Jasa Pelayanan Kesehatan Tradisional, Bukan ‘Hiburan’

Kesehatan – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh 22 Pemohon terkait Pasal 55 Ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pengklasifikasian spa sebagai bagian dari jasa hiburan, yang termasuk dalam kategori seperti diskotek, kelab malam, dan bar, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Para Pemohon menilai pengklasifikasian tersebut tidak hanya merugikan, tetapi juga menciptakan stigma negatif yang mengarah pada kerugian bagi penyedia layanan spa. Pasal 55 UU HKPD yang mengkategorikan spa sebagai jasa hiburan dinilai tidak memberikan perlindungan hukum yang jelas terhadap layanan kesehatan tradisional yang berbasis pada praktik spa.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Jumat (3/1).

MK menyatakan bahwa frasa “dan mandi uap/spa” dalam Pasal 55 Ayat (1) huruf I UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945, kecuali dimaknai sebagai bagian dari “jasa pelayanan kesehatan tradisional”. Dengan demikian, pengklasifikasian spa sebagai jasa hiburan yang identik dengan tempat hiburan malam harus diubah, dan spa diakui sebagai bagian dari pelayanan kesehatan.

Stigma Negatif terhadap Spa

Ilustrasi seorang perempuan mencoba totok wajah saat spa. Foto: Shutterstock
Ilustrasi seorang perempuan mencoba totok wajah saat spa. Foto: Shutterstock

Para Pemohon menganggap pengkategorian spa dalam UU HKPD sebagai bagian dari jasa hiburan menciptakan persepsi buruk dan menurunkan citra spa sebagai layanan yang bermanfaat bagi kesehatan. MK menilai bahwa klasifikasi tersebut berpotensi menciptakan ketakutan di masyarakat untuk menggunakan layanan spa yang seharusnya dapat memberikan manfaat kesehatan.

“Oleh karena itu, frasa ‘dan mandi uap/spa’ dalam Pasal 55 Ayat (1) huruf I UU 1/2022 bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional’,” ujar MK.

Spa Sebagai Pelayanan Kesehatan Tradisional

MK dalam pertimbangannya juga merujuk pada berbagai regulasi terkait kesehatan, seperti UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengakui spa sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 juga menyatakan bahwa spa memiliki peran penting dalam aspek kesehatan, termasuk promotif, preventif, dan rehabilitatif.

Selain itu, MK juga mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Spa, yang menyebutkan bahwa spa adalah bentuk perawatan kesehatan yang menggabungkan metode tradisional dan modern, seperti pijat, ramuan herbal, terapi aroma, latihan fisik, dan lainnya. Semua metode ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa.

“Pengakuan ini menegaskan bahwa layanan seperti mandi uap/spa, yang memiliki manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal, harus diakui sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional,” tambah MK.

Dengan demikian, keputusan MK ini memberikan klarifikasi bahwa spa, yang sebelumnya dianggap sebagai jasa hiburan, kini harus dipandang sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang sah di Indonesia.

Tulis Komentar Anda