Opini oleh: Irjen Pol. (Purn) DR. Ike Edwin, SH., MH., MM.
(Mantan Dirtipikor Polri dan Kapolda Lampung 2016)
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Kerugian keuangan negara
- Suap-menyuap
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi.
Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.
Kasus Korupsi sendiri di Indonesia sudah marak terjadi, tidak kaget jika yang melakukan Korupsi sendiri adalah oknum Pejabat yang memiliki Kedudukan tinggi bahkan jabatan Politikpun dimanfaatkan serta para pemilik modal/uang juga turut memuluskan perbuatan korupsi dan digunakan kesempatan dalam kesempitan, bahkan ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi.
Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabiliti politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korupsi sendiri seperti penyuapan dan politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.
Sebenarnya kalau dilihat dari pandangan masyarakat hal ini sangat disayangkan jika sampai sering terjadi, seharusnya seorang pemimpin politik seperti itu harus bisa mencontohkan hal-hal yang baik dan bekerja dengan benar agar tidak merugikan pihak lain.
Korupsi di Indonesia sendiri seperti tidak ada habis-habisnya, calon koruptor baru juga terus tumbuh dengan usia lebih muda. Dalam sistem birokrasi, para birokrat muda mencontoh para pendahulunya seolah korupsi menjadi hal yang lumrah, korupsi itu hal yang sudah biasa dan hasilnya enak dirasakan serta meninggikan derajat harkat martabat serta harga diri dan terpandang sebagai tokoh. Tidak ada upaya dan semangat penolakan dari mereka karena tidak ada panutan dan contoh.
Diangkat sebagai seorang pejabat itu sendiri seperti bukan untuk melaksanakan tanggungjawab atau amanah serta ibadah, tapi adalah sebagai kesempatan untuk mengembalikan modal dan tenaga serta perkawanan yang sudah dihabiskan untuk mencapai posisi itu, plus keuntungan yang diharap dan diimpikan.
Namanya juga aji-aji mumpung, makanya banyak pejabat yang kurang becus pada bidangnya dan tidak profesional , kurang ilmu dan pengalaman serta atidud ahklak yang sangat kurang, malah sibuk dengan menumpuk kekayaan serta memperlihatkan sifat hidonis, andaikan becus kerjapun juga untuk sekedar membangun citra diri, agar nanti terpilih lagi, menjabat lagi dengan kroni-kroni yang sama.
Sederhana, karena hukum kadang kadang tunduk pada politik, kekuasaan, Penegakan hukum yang setengah hati menjadikan negeri ini sebagai surga bagi koruptor. Selain itu, mantan narapidana korupsi ketika kembali ke masyarakat masih mendapat posisi terhormat, tidak ada sanksi sosial dari masyarakat.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural, kultural, instrumental, dan manajemen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan menata ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. pejabat wajib beri contoh panutan, ketauladan, pejabat sering sering dan wajib tatap muka langsung denga masyarakat, pejabat harus peka terhadap apa yang sedang terjadi di masyarakat, jangan sudah viral baru turun ke masyarakat, kembali lagi pencitraan dan cari muka di masyarakat. Pejabat jangan anti kritik dan pengkritik pun wajib memberi solusi penyelesaiannya .
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam; merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan regulasi yang harmonis.
Eksplorasi konten lain dari LAMPUNG 7
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.