Pemimpin Provinsi Lampung Masa Depan (Opini)

Oleh: Ir. Nerozelli Koenang

(Panglima Laskar Lampung)

Pemimpin Provinsi Lampung mendatang sebaiknya menegakkan kepemimpinan out of the box. Bukan pemimpin yang hanya mengandalkan gaya solidarity maker tapi dikendalikan elite tertentu atau partai-partai besar dan mengejar pencitraan.

Lampung sebagai Provinsi paling ujung Pulau Sumatera yang sangat luas dan dengan masyarakatnya yang serba heterogen membutuhkan pemimpin yang juga luas jangkauan keilmuannya tentang aspek sejarah, tradisi, budaya, dan kebangsaan.

Pemimpin Provinsi Lampung tak cukup hanya mengandalkan dukungan partai politik,bakat dan nafsu politik. Pada abad modern ini dibutuhkan pemimpin yang out of the box dalam melahirkan gagasan praktis dan keputusan yang cepat/tepat tanpa terombang-ambing situasi yang mengendalikannya.

Terus terang Lampung tak pernah kurang dari para tokoh yang berbakat memimpin.

Bagaimana dengan pemimpin Lampung masa depan? Adakah dari sekian kandidat terbidik adanya sosok solidarity maker atau administrator? Terus terang Lampung tak pernah kurang dari para tokoh yang berbakat memimpin. Bahkan, lebih dari sosok solidarity maker dan administrator pun tak bakal kurang. Persoalannya, momentum yang mereka miliki berupa kesempatan menumbuhkan diri atau infrastruktur politik yang menyiapkannya saja mungkin belum tersedia.

Terlepas dari itu semua, tampaknya gaya kepemimpinan solidarity maker dan administrator masih dibutuhkan untuk para sosok yang kini digadang-gadang memimpin Lampung di masa depan. Pemimpin ke depan diprediksi akan berhadapan dengan situasi sosial kehidupan yang makin rentan dengan kegaduhan dan konflik. Bahkan, ditengarai kemungkinan tumbuh pembelahan sosial yang tak terelakkan.

Dalam konteks ini, gaya pemimpin solidarity maker dengan narasi keilmuan yang berwawasan universal berbasis heterogenitas kebangsaan amat dibutuhkan oleh pemimpin ke depan guna menggugah dan membangun solidaritas dan rakyat bersatu padu menjaga dan mengamankan kestabilan ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya dari berbagai gangguan internal ataupun eksternal.

Dengan demikian, ekspektasi untuk memperkokoh kohesi bangsa dari keterbelahan sosial dapat diatasi dengan baik. Setidaknya kegaduhan laten akibat isu saling bully bisa dicegah secara efektif dan berkesinambungan. Adapun sosok administratur diperlukan pada pemimpin ke depan agar kesalahan prosedur tidak terjadi.

Tentu saja pemimpin solidarity maker tak selamanya efektif jika pemimpin yang bersangkutan tak konsisten memegang prinsip kepemimpinannya secara teguh dan kohesif.

Oleh karena itu, pemimpin Lampung ke depan tak cukup hanya mengandalkan gaya solidarity maker yang dikendalikan oleh situasi elite tertentu dan atau oleh partai-partai yang mendukungnya. Pemimpin ke depan perlu melakukan gerakan kepemimpinan melompat (out of the box) dari kondisi yang membelenggu kreativitas, sekadar membela elite-elite besar, tetapi merugikan dan mengecewakan masyarakat.

Pengalaman telah membuktikan, seorang pemimpin yang awalnya konsisten membela kepentingan rakyat dan berkomitmen menegakkan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berlandaskan konstitusi dan keteladanan pada akhirnya karena bersikap tak independen dan bergantung pada bisikan otoritas oligarki dan kepentingan parpol, kepemimpinannya mulai menjauh dari kepentingan masyarakat.

Pengalaman ini mutlak jadi catatan penting bagi pemimpin Lampung mendatang. Langkah menegakkan gaya kepemimpinan out of the box bagi siapa pun yang menjadi pemimpin ke depan bukan lagi disikapi basa-basi sekadar mengejar pencitraan di mata masyarakat.

Gaya kepemimpinan lain, selain gaya solidarity maker, menurut Gary Yukl dalam Leadership in Organization, perlu dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berpartisipasi dengan masyarakat.

Kombinasi ini sebagai klimaks dari langkah kepemimpinan out of the box karena dari sisi ini pemimpin meneguhkan sikap kemandiriannya. Ia tidak selalu berada pada kendali elite dominasi struktur politik, tetapi mampu menentukan gaya kepemimpinan partisipatif bersama rakyat. Aspirasi rakyat didengar dan diajak berdiskusi bersama, sampai batas tertentu disepakati keputusan sesuai kaidah dan peraturan berlaku.

Kepemimpinan partisipatif juga melibatkan dan menyalurkan aspirasi rakyat memberikan masukan, pendapat, dan pemikiran kritis dalam hal membuat peraturan daerah (Perda) baru. Cara ini ditempuh agar tak terjadi lagi penetapan Perda baru yang tak melibatkan masyarakat sehingga terkesan dibuat secara terburu-buru.

Dari uraian di atas, hemat penulis, merupakan realitas dan hikmah yang tak terelakkan bagi siapa pun pemimpin Lampung ke depan yang terpilih untuk menerapkan, selain gaya kepemimpinan solidariity maker adalah kombinasi dengan kepemimpinan partisipatif. Suatu gaya kepemimpinan yang tak hanya pemimpin terlibat bersama masyarakat, tetapi juga melibatkan masyarakat untuk bersama-sama menegakkan demokrasi demi tegaknya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan model kepemimpinan seperti ini, ketergantungan kepada kendali politik partai dan kemauan kekuasaan oligarki dapat dikontrol secara kredibel. Dengan demikian, harapan publik pada pemimpin yang bersih, tegas, berintegritas, dan tak pandang bulu baik dalam memberantas kejahatan KKN maupun kejahatan lain yang membahayakan, seperti kejahatan ekonomi, politik, kejahatan terhadap SDA hutan, perkebunan, pertambangan, dan atau pertanahan, sejalan dengan falsafah bangsa dan konstitusi dapat diwujudkan.

Tulis Komentar Anda