Banten – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) berhasil mencegah keberangkatan 8 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal yang hendak diberangkatkan ke Abu Dhabi, Dubai, Uni Emirat Arab. Selain itu, dua pelaku yang diduga sebagai calo juga berhasil diamankan.
Para CPMI tersebut diamankan oleh tim reaksi cepat KP2MI bersama Polsek Tanah Sereal dan Polres Kota Bogor di sebuah apartemen penampungan di Bogor, Selasa (24/12).
“Pada tanggal 23 Desember, KP2MI mendapatkan informasi adanya indikasi penampungan calon pekerja migran ilegal di Bogor. Tim reaksi cepat segera bergerak bekerja sama dengan Polsek setempat untuk melakukan pengecekan. Alhamdulillah, dua terduga calo berhasil ditemukan, dan kami menemukan 8 CPMI yang ditampung di apartemen tersebut,” jelas Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, di Shelter PMI, Tangerang, Banten, Kamis (26/12).
Delapan CPMI dan Dua Calo Diamankan
Delapan CPMI yang seluruhnya perempuan berasal dari berbagai daerah, yaitu JU (44) asal Lampung, T (50) asal Karawang, AM (45) asal Purwakarta, dan M (43) asal Bekasi. Selain itu, ada empat orang lainnya dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yakni N (45), WW (37), S (42), dan J (45).
Dua orang yang diduga calo dan telah diamankan adalah Muhammad Zaxi Lazuardi (31) dan Meidayanti Kosasih (33).
Modus Penipuan dan Janji Gaji Tinggi
Para korban dijadwalkan berangkat pada Selasa (24/12) malam dari Bandara Juanda, Surabaya. Mereka dijanjikan gaji sebesar Rp 5 juta per bulan dan uang keberangkatan sebesar Rp 9 juta. Namun, para calo diduga menggunakan modus pemalsuan dokumen, termasuk paspor.
“Kami menduga modus yang digunakan adalah membuat paspor palsu dengan sedikit perubahan pada nama atau foto,” ujar Abdul Kadir Karding.
Saat ini, pihak berwenang masih mengejar dua pelaku lain yang belum tertangkap, yaitu CK dan D. D diketahui bekerja di sebuah agensi tenaga kerja migran di Abu Dhabi.
Dua calo yang telah ditangkap akan dikenakan Pasal 4 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Pasal 81 dan/atau Pasal 83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Korban Tidak Mengetahui Prosesnya Ilegal
Salah satu korban berinisial N mengaku tidak mengetahui bahwa agen penyalur yang dihubunginya bersifat ilegal. Ia mendapatkan kontak agen tersebut dari temannya saat bekerja di Bahrain beberapa waktu lalu.
“Saya awalnya dikasih nomor agen dari teman. Katanya untuk bekerja di Abu Dhabi, jadi saya langsung menghubungi mereka. Saya diminta segera berangkat ke Bogor,” kata N.
N menjelaskan bahwa ia dijanjikan proses pembuatan paspor hanya akan memakan waktu empat hari, setelah itu langsung diberangkatkan. Namun, kenyataannya ia ditahan di penampungan hingga satu bulan lebih tanpa kepastian keberangkatan.
“Awalnya saya kira ini agen resmi karena dulu saya pernah ke Bahrain melalui jalur yang prosedural. Tapi, ketika sampai di Bogor, saya dibawa ke apartemen, bukan ke kantor. Di situ saya mulai curiga,” tambahnya.
N juga mengungkapkan bahwa ia tidak diminta membayar uang selama proses tersebut dan hanya menerima uang fee sebesar Rp 2 juta dari yang dijanjikan Rp 9 juta.
Kasus ini menambah daftar panjang pekerja migran yang menjadi korban penipuan dan perdagangan manusia. KP2MI bersama pihak kepolisian berkomitmen untuk terus memberantas praktik ilegal ini.