Mengenal Lebih Dekat Lamban Gedung Kuning (LGK) Part III

Kali ini Penulis ingin menggali lebih dalam lagi tentang bagaimana sih LGK itu, dan apa tujuan dan manfaatnya bagi masyarakat banyak terutama para generasi muda sebagai penerus bangsa.

LAMPUNG7COM | Lamban Gedung Kuning (LGK) adalah sebuah bangunan yang sangat luas dan megah yang berdiri diatas Tanah seluas lebih kurang satu Hektar, dan bangunan juga lebih kurang 10.000 meter persegi dan terdiri dari beberapa ruangan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang diadakan di LGK.

LGK sengaja di design dengan menonjolkan Adat dan Budaya Lampung, baik Lampung Saibatin maupun Pepadun, mengingat LGK diperuntukkan sebagai tempat mengenal dan mempelajari serta mengetahui tentang adat dan budaya lampung Saibatin maupun Pepadun.

Apalagi letak LGK itu sendiri sangat strategis yaitu dipinggir jalan raya menuju pintu Toll Trans Sumatera, dan jalan menuju Mako Polda yang baru, serta jalan menuju Institute Technologi Sumatera (ITERA), sehingga dapat dengan mudah orang yang melintas untuk melihat Lamban Gedung Kuning (LGK).

Untuk itu menurut Dang Ike selaku pembina sekaligus Pemilik daripada Lamban Gedung Kuning, bahwa LGK ini adalah rumah pribadi yang ia peruntukan untuk kepentingan umum.

“Rumah ini adalah rumah pribadi saya, tapi saya peruntukan untuk kepentingan umum yang sifatnya sosial dan budaya, untuk mengedukasi masyarakat terutama tentang adat dan budaya lampung, baik lampung Saibatin maupun Pepadun,” ujar Dang IKE.

Selanjutnya Dang Ike menjelaskan bahwa LGK bukanlah Istana kesultanan atau Kerajaan, tapi LGK adalah Istana bagi keluarga, sama dengan rumah-rumah yang lain yang merupakan Istana bagi keluarga masing-masing.

“Lamban Gedung Kuning (LGK) ini adalah merupakan Istana bagi keluarga saya, istana anak istri saya, jadi bukan Istana kesultanan atau Kerajaan mana pun juga, sebab Istana kerajaan Paksi pak skala Brak itu hanya ada 4 yakni di Batu brak untuk kepaksian pernong, di Kenali untuk kepaksian Buay Belunguh, di puncak kembahang untuk Buay Berjalan Diway, dan di Tapak Siring untuk Buay Nyerupa dan itu dinamakan Gedung Dalom” jelas Dang IKE.

Selanjutnya Dang Ike juga mengatakan bahwa kita harus bisa membedakan antara Gedung Dalom, atau Sesat Agung, atau gedung-gedung yang lain, Termasuk LGK.

“Sangat keliru jika ada pemikiran atau pendapat bahwa pemakaian istilah Gedung itu hanya boleh di gunakan untuk Istana kerajaan/Kepaksian/ Kesultanan, sebab banyak istilah Gedung yang ada di dunia ini, yang membedakan nya adalah kalau Istana kerajaan Paksi pak skala Brak itu namanya Gedung Dalom, dan itu hanya ada 4 di Indonesia ini, bahkan di dunia,” kata Dang Ike.

Masih menurut Dang Ike, bahwa Gedung Dalom atau Mahan Agung atau Sesat Agung itu berada di daerah Teritorialnya masing-masing, sedangkan jika sudah diluar dari dari daerah teritorialnya tidak bisa lagi disebut seperti itu.

“Gedung Dalom, atau Sesat atau Mahan Agung Itu ada di daerah teritorialnya atau di Daerah Adat itu sendiri, keluar dari Daerah Adat nya tidak lagi bisa disebut seperti itu, karena Baik gedung Dalom, Sesat, atau Mahan Agung itu tidak bisa diangkat-angkat atau di pindahkan, apalagi membuat daerah Teritorial sendiri,” Papar Dang Ike.

Lebih lanjut Dang IKE menjelaskan, “Setiap buway atau marga serta kepaksian itu punya daerah teritorial masing-masing, Beda dengan rumah kegiatan adat yaitu rumah atau gedung atau tempat-tempat lain yang biasa digunakan untuk kegiatan adat, dan ini boleh dan sudah banyak dilakukan oleh masyarakat adat Lampung, apalagi mereka yang jarang pulang kampung jadi bikin acara dirumah pribadi tapi pakai perangkat adat lengkap, namun tentunya harus minta izin dengan Tokoh adat,” jelas Perdana Menteri Kepaksian Pernong.

Selain daripada itu, Mantan Kapolda Lampung dan tokoh adat sekaligus Perdana Menteri Kepaksian Pernong ini mengingatkan bahwa, “Zaman sekarang ini adat harus mengikuti perkembangan zaman, karena yang namanya peradaban terus berkembang dan berubah, dan adat itu bukan Alquran yang diciptakan oleh Allah SWT, untuk manusia didunia sepanjang masa sampai dengan dunia kiamat, adat itu buatan manusia saja dan adat ada yang sudah tidak cocok lagi seiring perkembangan zaman, sehingga perlu adanya perubahan namun tidak merusak atau merubah nilai-nilai Historis dan makna dari adat itu sendiri.dan ini sudah banyak terjadi, karena zaman yang terus berubah,” pungkas Dang Ike.

Penulis: Pinnur

Lihat Juga:

  • Posts not found

4 Replies to “Mengenal Lebih Dekat Lamban Gedung Kuning (LGK) Part III

  1. Betul ini, sy pernah ke lamban kuning, banyak ilmu yang diberikan ketika kami disana, jadi kita bisa tahu sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu.

    1. Kita harus peduli dan cinta terhadap budaya sebagai kekayaan negara Indonesia, sbb orang yang berbudaya pasti orang yang beradab.

Tulis Komentar Anda