JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan keprihatinan atas pengetatan penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah yang kembali dikeluhkan pelaku industri. Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan pihaknya menerima banyak laporan dari industri pengguna HGBT yang terdampak langsung kebijakan ini.
“Ini seperti masalah klasik yang terus berulang. Padahal HGBT adalah keputusan Presiden dengan harga USD 6,5 per mmbtu beserta jaminan pasokannya. Tidak seharusnya ada pihak yang menaikkan harga di atas ketentuan atau membatasi suplai,” ujarnya, Jumat (15/8).
Menurut Febri, pengetatan pasokan gas khusus ini mengancam keberlangsungan industri manufaktur, terutama sektor padat energi seperti keramik, kaca, baja, pupuk, petrokimia, dan oleokimia. Kenaikan tarif gas—misalnya surcharge PT PGN yang mencapai USD 16,77 per mmbtu—membebani pelaku usaha, menggerus margin keuntungan, menurunkan utilisasi pabrik, serta mengurangi minat investasi di sektor tersebut.
Kemenperin mencatat sejumlah industri mulai mengalami penurunan utilisasi akibat pasokan gas terganggu. Industri keramik nasional, misalnya, pada semester I-2025 hanya mencapai utilisasi 70–71 persen, meski lebih baik dibanding tahun lalu. “Jika suplai gas terus bermasalah, capaian ini bisa turun lagi, termasuk industri pupuk yang berperan dalam program swasembada pangan Presiden Prabowo,” kata Febri.
Ketua Umum Asosiasi Galvanis Nasional (AGI), Harris Hendraka, menilai pembatasan pasokan gas bisa berdampak fatal, mulai dari penurunan utilitas, lonjakan biaya produksi, hingga terancamnya keberlangsungan 6.000 tenaga kerja di sektor galvanis.
Ia meminta pemerintah memastikan tata kelola penyaluran gas industri yang transparan, termasuk jadwal pemulihan jika terjadi gangguan. “Pembatasan tanpa mitigasi yang jelas akan menurunkan produktivitas dan memberi dampak negatif luas bagi perekonomian,” tegasnya.
AGI pun menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah dan penyalur gas demi menjaga pasokan serta kepentingan industri nasional di tengah tantangan ekonomi global.