JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk semakin gencar menekan praktik peredaran rokok ilegal. Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga penerimaan negara sekaligus melindungi jutaan pekerja yang menggantungkan hidup di industri tembakau.
“Evaluasi yang komprehensif penting untuk memastikan potensi praktik ilegal bisa ditekan, penerimaan negara tetap terjaga, dan pekerja industri tembakau terlindungi,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).
Misbakhun juga mengapresiasi keputusan Menkeu tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2026. Menurutnya, langkah tersebut menunjukkan Purbaya memahami fundamental persoalan industri rokok yang tengah menghadapi tekanan besar akibat rokok ilegal dan konsumsi menurun.
“Setelah tidak menaikkan CHT 2026, Pak Purbaya juga mulai mengkaji ulang seluruh struktur aturan tarif CHT agar lebih adil dan efektif,” tambahnya.
Bea Cukai Bongkar Modus Penjualan Rokok Ilegal di E-Commerce
Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan terus memperketat pengawasan terhadap praktik rokok ilegal. Dalam satu pekan terakhir, Bea Cukai mencatat telah melakukan empat kali penindakan terhadap pelaku penjualan rokok ilegal di platform e-commerce.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan bahwa para pelaku kini menggunakan modus baru untuk mengelabui sistem jual beli online.
“Rokok ilegal tidak dijual secara langsung. Mereka menyamarkannya sebagai barang lain, seperti kaus, mouse, keyboard, sandal, bahkan pakaian dalam. Tapi ketika diklik, ternyata yang dijual adalah rokok,” jelas Nirwala saat diskusi bersama media di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Lewat operasi siber dan investigasi lapangan, Bea Cukai berhasil melacak gudang penyimpanan rokok ilegal dan menyita sekitar 650 slop. Dalam penindakan berskala kecil, DJBC menerapkan prinsip restorative justice untuk menegakkan hukum secara efisien.
“Tidak semua pelaku langsung dipidana, terutama yang menjual dalam jumlah kecil. Namun mereka tetap dikenai denda hingga empat kali lipat nilai barang dan barang bukti disita untuk negara,” terang Nirwala.
Salah satu kasus terbesar bahkan mencatat denda hingga Rp500 juta, dibayarkan oleh pelaku yang mengelola gudang rokok ilegal tersebut.
DJBC mencatat hingga September 2025 telah melakukan 12.041 penindakan rokok ilegal dengan total 745,9 juta batang barang bukti. Angka ini sudah mencapai 94 persen dari total penindakan sepanjang 2024, yang mencapai 792 juta batang.
Langkah tegas ini diharapkan mampu menekan peredaran rokok ilegal yang merugikan negara triliunan rupiah dan mengancam keberlangsungan industri tembakau legal di Indonesia.