JAKARTA – Program Penjaminan Polis (PPP) asuransi ditargetkan mulai berlaku pada 2028. Namun, hingga kini mekanisme pelaksanaannya masih dalam tahap pembahasan antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan salah satu isu yang tengah didiskusikan adalah besaran limit polis yang akan dijamin. Usulan sementara, nilai penjaminan maksimal berada di angka Rp500 juta per polis.
“Kalau di bank, simpanannya Rp2 miliar. Untuk asuransi, sudah pasti di bawah itu. Saat ini muncul angka sekitar Rp500 juta per polis, tapi belum final,” kata Ogi dalam rapat Panja RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Ogi menegaskan, tidak semua produk asuransi akan masuk dalam PPP. Polis unit link, misalnya, tidak akan dijamin pada porsi investasi, melainkan hanya pada proteksinya. Pihaknya juga masih mengkaji apakah asuransi wajib perlu dilibatkan dalam skema penjaminan ini.
Selain itu, OJK bersama para pemangku kepentingan juga membuka opsi agar PPP tak hanya berlaku saat likuidasi, tetapi juga bisa digunakan sebagai instrumen resolusi bagi perusahaan asuransi bermasalah yang masih berpeluang diselamatkan.
“Kalau perusahaan asuransi insolven, ada kemungkinan untuk diselamatkan. Selama ini kalau izin usaha dicabut, otomatis likuidasi. Kami mengusulkan mekanismenya bisa disamakan dengan perbankan yang memiliki opsi resolusi,” jelas Ogi.
Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menambahkan bahwa pembahasan detail terkait limit penjaminan hingga kategori produk yang akan dijamin masih berlangsung. “Persiapannya banyak. Baik program maupun hal-hal yang dijamin masih dalam tahap diskusi,” tuturnya.