Tokoh Adat Tegaskan Karnaval Tari Ngigel Bukan Pelecehan Tradisi

Bandar Lampung – Para tokoh adat Kota Bandar Lampung menegaskan bahwa pelaksanaan Karnaval Budaya Tari Ngigel yang digelar Pemerintah Kota bukan merupakan bentuk pelecehan terhadap tradisi adat Lampung. Sebaliknya, kegiatan tersebut dinilai sebagai bentuk nyata pelestarian budaya daerah.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh para penyimbang dan perwatin adat se-Kota Bandar Lampung dalam konferensi pers pada Selasa, 5 Agustus 2025. Pernyataan ini menjadi respons atas isu miring yang beredar terkait penyelenggaraan karnaval tersebut.

Yakub, tokoh adat dari Anek Langkapura yang bergelar Radin Kepalo Migow, menyatakan bahwa Karnaval Tari Ngigel merupakan panggung budaya, bukan prosesi sakral adat.

“Kami, masyarakat adat Kota Bandar Lampung bersama warga Balau dan seluruh tiuh anak pekon di 20 kecamatan, menyatakan bahwa acara puncak peringatan HUT Kota berupa Karnaval Budaya Tari Ngigel telah digelar dengan koordinasi yang baik bersama penyimbang dan perwatin se-Kota Bandar Lampung,” tegas Yakub.

Sebagai tokoh adat Lampung Marga Abung, Yakub mengaku bangga atas terselenggaranya festival tersebut di Alun-alun Kota. Ia juga menyampaikan apresiasi atas perhatian Walikota Eva Dwiana terhadap budaya Lampung.

“Kami masyarakat adat senang karena Bunda Eva peduli terhadap adat dan budaya Lampung,” ungkapnya.

Menurut Yakub, Tari Ngigel merupakan ruang ekspresi budaya yang terbuka bagi masyarakat, khususnya generasi muda, agar semakin mengenal dan mencintai budaya lokal. Ia memastikan bahwa pelaksanaan karnaval tetap menjunjung nilai-nilai kearifan lokal, serta melibatkan tokoh adat dalam proses perencanaannya.

“Karnaval Budaya Tari Ngigel bukan prosesi adat, melainkan gelar budaya untuk melestarikan warisan Lampung di tengah masyarakat yang majemuk. Ini adalah sarana edukasi budaya, bukan sekadar hiburan,” tambahnya.

Lebih lanjut, masyarakat adat Kota Bandar Lampung juga menyatakan dukungan penuh terhadap program-program pelestarian budaya yang diinisiasi oleh Pemkot, selama tetap menghormati nilai adat dan melibatkan masyarakat adat.

“Kami siap mendukung setiap langkah Pemkot Bandar Lampung dalam memajukan budaya daerah, asalkan tetap menghormati nilai-nilai adat dan melibatkan masyarakat adat dalam pelaksanaannya,” tutup Yakub.

[Rilis]

Ketua Umum LLI Tanggapi Perintah DPR RI Ukur Ulang Lahan SGC: Sahkah Tanpa Putusan Pengadilan?

Lampung — Polemik pengukuran ulang lahan milik PT Sugar Group Companies (SGC) di Provinsi Lampung kembali mencuat usai Komisi II DPR RI memerintahkan pengukuran ulang seluruh lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Selasa (15/7).

Perintah tersebut menuai beragam tanggapan, termasuk dari Ketua Umum Laskar Lampung Indonesia (LLI), Ir. Nerozely Agung Putra, yang menyoroti dasar hukum pengukuran ulang tersebut. Ia mempertanyakan apakah langkah itu sah jika tidak melalui putusan pengadilan atau tanpa permintaan dari pemilik HGU.

“Ini persoalan serius yang menyangkut kedaulatan tanah dan kepastian hukum. Apakah DPR bisa begitu saja memerintahkan ukur ulang tanpa melalui proses hukum yang jelas? Ini perlu diklarifikasi,” tegas Nerozely.

Seperti pernyataan yang juga datang dari mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung, M Yusuf Kohar. Ia mengingatkan bahwa pengukuran ulang HGU tidak bisa dilakukan sembarangan karena dapat mengganggu iklim investasi.

“Ada aturan mainnya. Pengukuran ulang hanya bisa dilakukan atas dua dasar hukum: pertama, permintaan dari pemilik HGU itu sendiri, dan kedua, perintah pengadilan,” ujar Yusuf Kohar yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan KADINDA Lampung.

Yusuf menambahkan, jika ada persoalan agraria atau ketidaksesuaian data, maka mekanisme hukum yang tersedia adalah dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. “Kalau semua pihak bisa seenaknya memerintahkan ukur ulang, ini berbahaya dan dapat membuat investor tidak nyaman karena ketidakpastian hukum,” lanjutnya.

Sementara itu, dari pihak DPR RI, Wakil Ketua Komisi II Dede Yusuf menyatakan bahwa pengukuran ulang ini perlu dilakukan untuk menjawab adanya ketidaksesuaian data antar-lembaga, serta sebagai dasar untuk menyelesaikan konflik agraria yang sudah bertahun-tahun berlangsung di Lampung.

“Kami sepakat bahwa ukur ulang harus dilakukan. Namun teknisnya kami serahkan kepada Kementerian ATR/BPN. Tapi pemerintah jangan sampai tunduk pada korporasi,” ujar Dede Yusuf.

Diketahui, wacana pengukuran ulang lahan SGC sebenarnya bukan hal baru. Upaya serupa pernah diinisiasi pada masa Bupati Tulangbawang, Abdurahman Sarbini, namun gagal terlaksana karena terbentur aturan dan kepentingan.

Kini, dengan desakan politik yang lebih kuat serta sorotan publik yang meningkat, pengukuran ulang ini tampak lebih memungkinkan, meskipun masih menyisakan pertanyaan hukum: siapa yang berwenang dan bagaimana mekanisme sahnya?

Nerozely mengingatkan, “Jangan sampai niat baik menyelesaikan konflik malah menciptakan konflik baru. Prosedur hukum harus dijunjung tinggi.”

Jum’at Curhat Di Pringsewu Irwasda Polda Lampung Jawab Berbagai Polemik Di Masyarakat

  Pringsewu| Irwasda Polda Lampung Kombespol Sustri Bagus Setiawan bersama Kapolres Pringsewu AKBP Rio Cahyowidi pada…

Ike Edwin Sayangkan Pemberitaan Tentang Dirinya yang Tanpa Konfirmasi serta Klarifikasi

LAMPUNG7COM | Buntut dari pernyataan Irjen Pol (Purn) DR. H. Ike Edwin S.H., M.H., M.M., atau…

Polemik Tunjuk Langsung Ketua RT Kelurahan Gedong Air Hingga Bahasa yang Tak Pantas Semakin Melebar

LAMPUNG7COM – Bandar Lampung | Melengkapi hasil wawancara dengan beberapa warga RT. 13, Kelurahan Gedong Air,…