Apa Isi Buku Madilog Karya Tan Malaka, Sang “Bapak Republik Indonesia”?

Nama Tan Malaka kembali menggaung dalam diskursus sejarah Indonesia. Tokoh yang pernah dijuluki oleh M. Yamin sebagai “Bapak Republik Indonesia” ini dikenal bukan hanya karena kiprah politik dan perjuangan revolusionernya, tetapi juga lewat karya-karya monumental yang ditinggalkannya. Di antara buku-buku penting seperti Aksi Massa, Naar de Republiek Indonesia, hingga Gerpolek, karya Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) menempati posisi paling filosofis sekaligus paling banyak dibicarakan.

Lantas, apa sebenarnya isi buku Madilog karya Tan Malaka itu?

Latar Belakang Penulisan Madilog

Madilog ditulis Tan Malaka antara tahun 1942–1943 saat ia dalam pelarian sebagai buronan Jepang. Pada masa itu, ia bersembunyi di Sumatera sambil tetap menulis untuk menyusun fondasi pemikiran yang lebih kokoh bagi gerakan kemerdekaan.

Tan Malaka menyadari bahwa perjuangan fisik semata tidak cukup. Para pejuang juga memerlukan landasan berpikir ilmiah dan kritis untuk memahami situasi sosial, politik, dan ekonomi. Karena itu, ia menulis Madilog sebagai panduan teoritis bagi kader dan pemimpin revolusioner Indonesia.

Apa Itu Madilog?

Judul Madilog adalah akronim dari Materialisme, Dialektika, dan Logika. Buku ini menjelaskan tiga hal utama:

  1. Materialisme
    Tan Malaka memperkenalkan cara berpikir materialis: melihat kenyataan dunia apa adanya, berdasarkan fakta dan realitas, bukan takhayul atau mistisisme. Ia mengkritik pola pikir lama masyarakat Indonesia yang banyak dipengaruhi mitos, dogma, atau kepercayaan irasional.

  2. Dialektika
    Diadopsi dari tradisi filsafat Hegel dan Marx, dialektika dijelaskan sebagai hukum perubahan alam, masyarakat, dan pemikiran. Segala sesuatu selalu bergerak, bertentangan, dan melahirkan bentuk baru. Bagi Tan Malaka, memahami dialektika berarti memahami hukum perubahan dalam perjuangan sosial dan politik.

  3. Logika
    Tan Malaka menekankan pentingnya logika sebagai alat berpikir sistematis. Logika membantu manusia membedakan argumen yang valid dan yang menyesatkan. Dengan logika, para pejuang bisa menganalisis masalah secara rasional dan mengambil keputusan yang tepat.

Isi Pokok dan Struktur Buku

Secara garis besar, Madilog membentang dari kritik hingga tawaran solusi. Beberapa poin penting dalam isinya antara lain:

  • Kritik terhadap mistisisme dan feodalisme: Tan Malaka menilai cara berpikir irasional menjadi penghambat kemajuan bangsa.

  • Pengenalan ilmu pengetahuan modern: Ia menjelaskan hukum alam, perkembangan ilmu fisika, biologi, hingga sosiologi dengan bahasa yang relatif sederhana.

  • Dialektika materialis: Menguraikan bagaimana perubahan sosial harus dilihat sebagai hasil pertentangan kelas, ekonomi, dan kekuatan material.

  • Logika praktis: Mengajarkan cara berpikir kritis, sistematis, dan terukur bagi para kader perjuangan.

  • Panduan perjuangan: Madilog diakhiri dengan dorongan agar para pejuang menjadikan ilmu pengetahuan, materialisme, dan logika sebagai landasan dalam melawan penjajahan.

Signifikansi Madilog

Buku ini tidak hanya menjadi bacaan filosofis, tetapi juga senjata ideologis. Bagi Tan Malaka, Madilog adalah upaya mendobrak belenggu cara berpikir tradisional menuju cara berpikir ilmiah, rasional, dan modern.

Karena itu, Madilog bisa disebut sebagai “kitab revolusi intelektual” yang menyatukan teori Barat dengan kebutuhan praksis perjuangan bangsa Indonesia. Buku ini pula yang membuat Tan Malaka berbeda dari banyak tokoh sezamannya: ia tidak hanya bertarung di medan politik, tetapi juga di medan filsafat dan pemikiran.

Madilog karya Tan Malaka adalah sebuah warisan intelektual yang menggabungkan filsafat Barat dengan semangat perjuangan Indonesia. Isinya menegaskan pentingnya materialisme, dialektika, dan logika sebagai dasar berpikir bagi siapa pun yang ingin membebaskan bangsa dari penjajahan dan kebodohan.

Tidak berlebihan bila buku ini kini kembali banyak dicari dan dibaca. Sebab, sebagaimana pesan Tan Malaka, perjuangan kemerdekaan—dan pembangunan bangsa—tidak hanya membutuhkan senjata, tetapi juga pikiran yang tajam, rasional, dan berlandaskan ilmu pengetahuan.

Sumber: Intisari

Mang Kanon dengan Secangkir Kopi Manis Tanpa Merek

Setiap pagi, dimulai sekitar pukul 06.45 waktu kampung Sukamusukaku, saat ayam masih ngumpet di balik kandang karena belum sempat mandi, Mang Kanon sudah nongkrong manis di depan warung kopi Bang E’em, lengkap dengan jaket ojek kebanggaannya yang warnanya udah pudar dari abu-abu tua jadi abu muda, karena terlalu sering kena matahari dan angin, serta sudah menyerap seluruh perjuangan hidup, keringat, gorengan, dan sedikit sisa balsem gosok.

Sambil nyeruput kopi gratisan tanpa merek, Mang Kanon duduk di pojok bangku kayu yang kalau didudukin bunyinya, “kreekk,” seolah bangku itu juga capek jadi saksi hidup.

Bang E’em, sang pemilik warung, biasa keluar sambil usap-usap perut (yang alasannya klasik, sedang mules), membawa nampan berisi donat yang dijual sejak zaman awal Reformasi dan tahu gunting yang lebih banyak anginnya daripada pisangnya.

“Gimana cerita, Bang,” sapa Mang Kanon.

“Gimana apanya Non. Ngopi geh?”

“Iya. Tapi hari ini tolong tambahin rasa harapan.”

Mang Kanon tiap hari nungguin dua hal penting, yaitu penumpang ojek, yang biasanya lebih langka dari unicorn. Dan Teh Euis, istri Bang E’em, yang sejak jadi TKW nggak pernah kirim kabar kecuali kiriman foto diajak nemenin majikan jalan-jalan dan status WA yang isinya “lagi di dapur sedang masak.”

“Bang, udah dapet kabar dari Teh Euis?”

“Belum, Non. Terakhir cuma kirim emoji lope-lope sama semangka.”

Sambil seruput kopi gratisan, datang teman gibah, Kang Muji, alumni SMA Bintang Bunda (sekolah swasta favorit di Kampung Sukamusukaku) yang sekarang kerja serabutan, pagi tandang daun pisang, siang jadi makelar jual beli motor, sore kirim daun ke pelanggan, tukang tempe dan malam jadi komentator politik di grup WhatsApp kampung.

Mang Kanon, Bang E’em, dan Kang Muji adalah trio penganalisis politik kampung yang nggak ada tandingannya.

“Saya kemarin liat berita kades kita dapet penghargaan dari lembaga ternama,” kata Kang Muji.

“Penghargaan apa?” tanya Mang Kanon curiga.

“Penghargaan paling rajin posting TikTok dan Facebook tentang program desa.” Jawabnya.

Mang Kanon ngelus dada. “Itu mah bukan prestasi, itu konten…”

Diskusi berlanjut, dan topik hari itu adalah apakah pemimpin desa mereka sekarang beneran niat membangun, atau cuma sibuk bagi-bagi jabatan ke alumni SMA Bintang Bunda?

Apakah benar isu jual beli jabatan cuma mitos, atau sebenarnya transaksi warung kopi udah jadi tempat interview?

Dan yang paling penting, Kenapa pisang goreng Bang E’em makin lama makin kecil ukurannya?

“Saya perhatiin, alumni SMA Bintang Bunda tuh mendadak banyak jadi pejabat kampung. Yang dulu waktu upacara baris paling belakang, sekarang malah jadi Kepala Dusun, dan ada juga yang duduk di kantor camat.”

Mang Kanon mencatat semua ini di buku kecilnya yang sudah sobek-sobek dan ada beberapa berca bekas keringat. Dia bilang itu “jurnal rakyat kecil”, siapa tahu nanti Mang Kanon bikin buku, judulnya, “Dari Ojek ke Oposisi: Perjalanan Pemikir Jalanan.”

Di sela-sela diskusi politik yang makin liar dan tak berdasar (tapi sangat logis dalam konteks kampung), Mang Kanon tetap menatap langit. Bukan sedang ngitung awan, tapi sedang berharap Teh Euis pulang.

“Bang E’em, abang yakin Teh Euis masih inget sama abang?”

“Yakin lah, Non. Dia bilang, ‘Tunggu aku, aku bakal pulang bawa oleh-oleh keju Itali.’”

“Yang penting jangan bawa oleh-oleh suami baru,” celetuk Mang Kanon.

Bang E’em hanya bisa tertawa getir.

Tapi semua yang nongkrong di warung itu tahu, harapan adalah bahan bakar utama hidup di kampung.
Kadang bukan nasi yang bikin kenyang, tapi harapan dan secangkir kopi manis panas.

Siang hingga sore hari, penumpang ojek tak kunjung datang. Teh Euis tak kunjung pulang. Tapi obrolan tentang politik kampung terus bergulir.

“Kalian yakin kades kita nggak jual jabatan?,” tanya Mang Kanon.

“Kalo nggak dijual, minimal disewain…,” celetuk Kang Muji.

“Makanya, mending kita bikin partai aja. Partai Ojek Rakyat Sejahtera.” Tambah Kang Muji, dan semua tertawa.

Tapi dari tawa itu, ada satu hal yang nyata, bahwa di balik lelucon receh dan ngawur, ada cinta yang tak usang terhadap kampung, terhadap negeri, dan terhadap perubahan.

Mereka menamakan diri adalah barisan rakyat kecil yang tak pernah lelah berharap. Entah itu berharap kampungnya maju, atau Teh Euis pulang bawa oleh-oleh dan cerita keluarga majikan.

Yang jelas, mereka akan tetap duduk di situ, dengan segelas kopi dan segunung keresahan yang dikemas tawa.

Dan itu… mungkin jauh lebih penting daripada semua janji kampanye.

Cerita Fiktif

Oleh: Jeffri Noviansyah
Pemimpin Redaksi Lampung7.com

Kepiting Tapal Kuda: Fosil Hidup Berdarah Biru yang Menyelamatkan Manusia

Pernah mendengar tentang hewan purba berdarah biru yang masih hidup hingga sekarang? Itulah kepiting tapal kuda (horseshoe crab). Meski namanya “kepiting”, secara ilmiah hewan ini lebih dekat kekerabatannya dengan laba-laba dan kalajengking daripada dengan kepiting yang biasa kita makan.

Fosil menunjukkan bahwa kepiting tapal kuda sudah ada sejak 450 juta tahun lalu, jauh sebelum dinosaurus muncul. Tidak heran jika ia dijuluki “fosil hidup”, sebab bentuk tubuhnya nyaris tidak berubah sejak zaman purba.

Salah satu ciri paling uniknya adalah darah berwarna biru. Jika manusia punya hemoglobin berbasis zat besi yang membuat darah berwarna merah, kepiting tapal kuda memiliki hemocyanin berbasis tembaga yang membuat darahnya tampak biru.

Namun, darah biru ini bukan sekadar keunikan. Di dunia medis, cairan tubuh kepiting tapal kuda punya peran luar biasa. Sel-sel amebosit di dalam darahnya dapat mendeteksi keberadaan bakteri berbahaya. Dari sinilah dikembangkan bahan bernama Limulus Amebocyte Lysate (LAL), yang digunakan untuk menguji keamanan vaksin, obat, cairan infus, hingga implan medis.

Sayangnya, pengambilan darah kepiting tapal kuda bisa memengaruhi kelangsungan hidupnya. Jika dilakukan secara berlebihan, populasinya bisa terancam. Beruntung, kini para peneliti tengah mengembangkan alternatif sintetis LAL berbasis teknologi rekayasa genetika. Dengan begitu, kebutuhan medis tetap terpenuhi tanpa mengorbankan kelestarian hewan purba ini.

Kepiting tapal kuda adalah contoh nyata bagaimana alam menyediakan sumber daya yang luar biasa bagi manusia. Namun, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menjaga keseimbangannya agar hewan “berdarah biru” ini tetap lestari di bumi.

Sumber:

  • Assay Genie. (2024). Horseshoe Crab Blood and Endotoxin Testing: A Comprehensive Guide.

  • Maryland Department of Natural Resources. (n.d.). Evolution of the Horseshoe Crab.

Wahyudi, Anak Muda Kreatif yang Menginspirasi Dunia Jurnalistik Digital

BANDAR LAMPUNG – Di era digital saat ini, peran anak muda dalam menggerakkan arus informasi sangatlah penting. Salah satu sosok yang patut diapresiasi adalah Wahyudi, seorang konten kreator berbakat yang menjadi bagian dari Komite Pewarta Independen (KoPI). Dengan semangat inovasi dan kreativitas yang tinggi, Wahyudi mampu mengubah wajah penyebaran informasi agar lebih menarik, edukatif, dan relevan dengan perkembangan zaman.

‎Sebagai generasi muda, Wahyudi tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga menciptakan tren melalui konten-konten yang informatif dan inspiratif. Ia memahami bahwa dunia jurnalistik bukan sekadar menyampaikan berita, melainkan juga membangun kepercayaan publik melalui transparansi dan profesionalisme.

‎Dalam obrolan santainya bersama Pemimpin Redaksi Lampung7.com sekaligus Ketua Umum DPP KoPI (Dewan Pengurus Pusat Komite Pewarta Independen), Jeffri Noviansyah pada Senin (25/8/2025), Wahyudi mengatakan bahwa menjadi konten kreator di Komite Pewarta Independen (KoPI) bukan hanya sekadar pekerjaan, melainkan panggilan untuk berkontribusi dalam menghadirkan informasi yang sehat dan terpercaya.

‎”Saya percaya generasi muda punya peran besar untuk menghadirkan jurnalisme yang kreatif, inovatif, namun tetap berpegang pada etika. Semoga karya-karya konten KoPI bisa memberikan manfaat nyata dan menginspirasi banyak orang.” Ujarnya sambil tersenyum santai di sela obrolan hangat tersebut.

‎Lebih dari sekadar kreator, Wahyudi adalah representasi jurnalisme modern yang berpadu dengan sentuhan kreatif. Ia mampu memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai sarana edukasi, bukan hanya hiburan. Sosoknya menjadi bukti nyata bahwa regenerasi di dunia pers harus terus didorong, agar profesi ini tetap relevan dan dipercaya oleh masyarakat.

‎Kehadirannya di KoPI membuktikan bahwa anak muda memiliki kontribusi besar dalam menjaga integritas informasi di tengah maraknya berita palsu.

‎”Bagi saya, menjadi bagian dari KoPI adalah sebuah komitmen untuk terus mendukung jurnalisme yang berintegritas. Kreativitas hanyalah salah satu cara agar informasi bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.” Jelasnya.

‎Karya Wahyudi sebagai kreator KoPI membuktikan bahwa jurnalisme tidak harus kaku dan membosankan. Melalui Instagram @komite_pewarta_independen dan YouTube @channelkomitepewartaindependen, ia mampu menyajikan informasi dengan cara kreatif, ringan, namun tetap berpegang pada kebenaran. Konten-kontennya bukan hanya menghibur, tetapi juga memberi edukasi dan membangun kesadaran publik tentang pentingnya informasi yang terpercaya di era digital.

‎”Harapan saya, karya yang saya buat dapat memberi nilai edukasi, menjaga kepercayaan publik, dan menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya untuk ikut berkontribusi dalam dunia pers.” Pungkasnya

‎Dengan dedikasi dan semangatnya, Wahyudi salah satu contoh teladan bagi generasi muda lainnya, bahwa karya kreatif tidak hanya bisa menghibur, tetapi juga bisa mencerdaskan dan membawa dampak positif bagi publik.

‎‎(Red)

Idul Fitri: Merayakan Kemenangan setelah Berpuasa

Idul Fitri adalah salah satu hari raya terbesar dalam agama Islam. Perayaan ini dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia setelah menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah dan pengampunan. Idul Fitri tidak hanya menjadi hari kemenangan fisik setelah sebulan penuh menahan lapar dan dahaga, tetapi juga kemenangan spiritual dalam meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah SWT.

Makna Idul Fitri

Kata “Idul Fitri” berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “Hari Kemenangan” (Idul: hari, Fitri: kemenangan atau pembebasan). Idul Fitri menandai berakhirnya bulan Ramadan, bulan di mana umat muslim diwajibkan untuk berpuasa sejak fajar hingga terbenam matahari. Puasa ini bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu dan melakukan perbuatan baik, seperti beribadah, memberi zakat, dan menjaga perilaku.

Setelah sebulan penuh berjuang melawan hawa nafsu dan memperbaiki diri, Idul Fitri menjadi momen untuk merayakan kemenangan atas diri sendiri, serta kesempatan untuk memperbaharui hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

Idul Fitri sebagai Momen Kebahagiaan dan Syukur

Selain sebagai hari kemenangan spiritual, Idul Fitri juga merupakan momen kebahagiaan dan syukur. Pada hari ini, umat Muslim di seluruh dunia berkumpul untuk melaksanakan salat Idul Fitri di masjid atau lapangan terbuka. Shalat Idul Fitri dilakukan dengan dua rakaat dan biasanya diikuti oleh khutbah yang mengingatkan umat akan pentingnya rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama.

Setelah shalat, umat Muslim saling bersilaturahim, saling memberi maaf, dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga, sahabat, dan tetangga. Salah satu tradisi yang umum dilakukan adalah memberikan zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim sebelum shalat Idul Fitri. Zakat fitrah ini bertujuan untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga mereka juga bisa merasakan kebahagiaan pada hari raya.

Idul Fitri sebagai Peringatan untuk Berbagi dan Peduli

Selain merayakan kemenangan pribadi, Idul Fitri juga mengingatkan umat muslim untuk berbagi dan peduli terhadap orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung. Zakat fitrah yang diberikan tidak hanya sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk empati terhadap sesama yang membutuhkan. Melalui berbagi, umat muslim mempererat hubungan antar sesama, serta memperkuat nilai-nilai sosial yang mengedepankan kasih sayang dan kepedulian.

Tradisi Idul Fitri di Berbagai Negara

Setiap negara dengan mayoritas Muslim memiliki tradisi Idul Fitri yang beragam, namun tetap mempertahankan esensi dari perayaan tersebut. Di Indonesia, misalnya, salah satu tradisi yang paling dikenal adalah mudik, yaitu pulang kampung untuk berkumpul dengan keluarga besar. Selain itu, makanan khas seperti ketupat, opor ayam, dan kue lebaran menjadi hidangan yang tidak pernah terlewatkan.

Di negara-negara Timur Tengah, Idul Fitri biasanya dirayakan dengan lebih meriah di berbagai tempat umum, seperti pasar, taman, dan masjid. Umat Muslim di sana sering mengenakan pakaian baru dan mengadakan pertemuan keluarga yang besar, serta memberikan hadiah kepada anak-anak.

Dalam artian, Idul Fitri adalah perayaan yang sangat penting bagi umat Muslim, bukan hanya sebagai hari kemenangan setelah berpuasa, tetapi juga sebagai kesempatan untuk berbagi kebahagiaan, mempererat hubungan dengan sesama, dan meningkatkan kedekatan dengan Allah. Perayaan ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan, sekaligus peduli terhadap orang lain, khususnya mereka yang membutuhkan. Sebagai hari yang penuh kebahagiaan, Idul Fitri mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. (JN)

Mengenal Arti Somasi: Teguran Hukum Sebelum Gugatan

Dalam dunia hukum, istilah somasi sering digunakan sebagai bentuk peringatan atau teguran tertulis yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan. Somasi bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan agar memenuhi kewajibannya atau menyelesaikan permasalahan secara damai tanpa perlu melalui proses hukum lebih lanjut.

Apa Itu Somasi?

Somasi adalah teguran resmi yang diajukan secara tertulis oleh seseorang atau badan hukum kepada pihak lain yang dianggap melanggar perjanjian, kewajiban, atau melakukan tindakan yang merugikan. Somasi biasanya diberikan sebelum dilakukan upaya hukum lebih lanjut, seperti gugatan perdata.

Menurut Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), seseorang dianggap lalai dalam memenuhi kewajibannya jika telah diberikan somasi, kecuali jika dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu tertentu untuk pemenuhan kewajiban tersebut.

Fungsi dan Tujuan Somasi

  1. Memberi Peringatan
    Somasi bertujuan untuk memberi peringatan kepada pihak yang dianggap wanprestasi (ingkar janji) agar segera memenuhi kewajibannya.

  2. Upaya Penyelesaian Damai
    Sebelum membawa kasus ke pengadilan, somasi berfungsi sebagai upaya penyelesaian secara kekeluargaan atau negosiasi antara kedua belah pihak.

  3. Dokumen Pendukung dalam Gugatan
    Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan dan harus masuk ke pengadilan, somasi dapat menjadi bukti bahwa upaya perdamaian telah dilakukan.

Format dan Isi Somasi

Somasi biasanya memuat hal-hal berikut:

  • Identitas pengirim dan penerima somasi

  • Dasar hukum yang menjadi alasan pengiriman somasi

  • Kronologi peristiwa yang melatarbelakangi somasi

  • Tuntutan yang harus dipenuhi oleh pihak yang menerima somasi

  • Tenggat waktu untuk merespons atau menyelesaikan masalah

  • Konsekuensi hukum jika somasi tidak diindahkan

Somasi umumnya diberikan dalam bentuk surat resmi yang dikirimkan langsung atau melalui jasa pengacara. Jika dalam jangka waktu tertentu pihak yang disomasi tidak memberikan tanggapan atau menyelesaikan kewajibannya, pengirim somasi dapat melanjutkan langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Contoh Kasus Somasi

Sebagai contoh, seorang penyewa yang menunggak pembayaran sewa selama beberapa bulan dapat menerima somasi dari pemilik rumah. Jika setelah menerima somasi penyewa tetap tidak membayar, pemilik rumah dapat membawa kasus ini ke pengadilan untuk meminta penyelesaian hukum.

Somasi juga sering terjadi dalam kasus pencemaran nama baik, utang-piutang, atau pelanggaran hak cipta.

Kesimpulan

Somasi merupakan langkah awal yang penting dalam menyelesaikan sengketa hukum secara damai sebelum berlanjut ke pengadilan. Oleh karena itu, memahami arti dan prosedur somasi dapat membantu individu atau perusahaan dalam menghadapi permasalahan hukum dengan lebih bijak dan efektif.

Dimana Wali Kota?

KOTA Bandarlampung masih sibuk seperti biasa. Orang nomor satu di kota Tapis Berseri ini pastinya sibuk dengan agenda rapat kerja, gunting pita, serta memukul gong peresmian!!

Di kantor Wali Kota, agenda tetap padat. Ada banyak hal besar yang harus diurus, banyak urusan yang tentu saja jauh lebih penting dibandingkan mengurusi dua anak kecil yang akan saya jelaskan lebih jauh kedalam tulisan ini.

Di sudut kota, di rumah kecil yang kini terasa semakin sunyi, Muhamad Rai Qabil Aldriando (15) dan Moezza Raiqamahyra Eduardo (6) duduk termenung. Ramadhan tiba, tapi ayah mereka tak lagi menemani. Sementara, sang ibu telah lama pergi ketika virus mematikan Covid-19 merenggut nyawanya.

Bulan suci yang biasanya penuh kehangatan kini berubah menjadi sepi. Kini, tak ada lagi suara ayah yang lembut membangunkan mereka untuk sahur. Hanya keheningan yang menyelimuti rumah kecil ini.

Tangan yang menggandeng mereka ke masjid untuk tarawih, kebersamaan penuh dengan canda tawa keluarga kecil ini tidak ada lagi.

Saat takbir Idul Fitri berkumandang, rumah kecil itu justru terasa semakin hampa. Tak ada pelukan hangat, tak ada suara tawa, Dua anak yatim piatu ini, kini tinggal bersama sang kakek yang tulus merawat, menemaninya serta membesarkannya.

Ayah mereka, Eduardo (46), telah pergi untuk selama-lamanya. Eduardo tewas mengenaskan, kepalanya tertancap pagar besi Masjid Al Hikmah Jl. Padjadjaran, Jagabaya II, Kecamatan Way Halim pada malam 22 Februari 2025 lalu, saat mengendarai sepeda motor di malam hari sekira pukul 20.00 WIB.

Diduga almarhum menghindari lubang, dan terperosok hingga motornya membentur tembok masjid yang di atasnya terdapat pagar besi.

Namun, apakah tragedi ini cukup penting untuk mendapat perhatian? Sepertinya tidak. Di kota yang sibuk ini, ada hal-hal yang dianggap jauh lebih besar. Bandarlampung bukan kota kecil. Ada urusan yang jauh lebih besar ketimbang nasib dua anak yatim piatu ini.

Di lokasi kejadian, Bapak Nano salah satu marbot Masjid Al Hikmah, masih mengingat betul malam tragis itu.

“Ngeri saya, pas melihat matanya tertancap di pagar besi. Posisi duduk di motor, tapi kepalanya miring,” katanya dengan suara lirih.

Ambulans datang satu jam kemudian. Tapi sayang? Nyawa Eduardo sudah melayang.

Di rumah, Moezza, bocah enam tahun yang belum mengerti bahwa tak akan ada lagi ayah yang membelikannya baju lebaran. Tak akan ada lagi ayah yang mengajaknya menuntun menuju masjid saat gema takbir mulai terdengar.

Sementara itu, Rai yang kini harus tumbuh dewasa lebih cepat hanya bisa diam. Mungkin ia sudah tahu, bahwa harapan-harapan kecil itu kini hanya tinggal mimpi.

Di Mana Wali Kota?

Tentu saja, Wali Kota Bandarlampung, Eva Diana tidak perlu repot-repot memikirkan tragedi kecil ini. Ada banyak hal yang lebih penting, rapat, proyek, acara seremoni, hingga pemotongan pita peresmian, serta sibuk mengurusi persiapan mudik lebaran.

Apa pentingnya dua anak kecil yang menangis di rumah kecilnya? Apa urusannya dengan pemerintah? Mereka toh masih bisa makan.

Barangkali, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menunggu agar kisah ini perlahan tenggelam di tengah derasnya berita baru.

Mereka akan tetap duduk di sudut rumah kecil, merasakan sepi di bulan Ramadhan, tanpa ayah yang selalu menemani.

Dan esok, ketika gema takbir menggema, dua anak ini berharap yang tak pasti, menunggu yang mungkin tak akan pernah datang lagi.

Ditulis Oleh A. Rosid

Komunitas Agama Dan Masyarakat Turut Berperan Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

LAMPUNG7COM – Jakarta | Saat ini tingkat korupsi di Indonesia sudah menjadi ancaman serius dan sangat mengkhawatirkan, sebab, dengan tindak pidana korupsi tidak hanya negara yang dirugikan namun lebih berimbas pada masyarakat luas.

Untuk itu, seriuskah negara beserta penegak hukum saat ini menindak tegas para pelaku korupsi dengan hukuman mati?

Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi juga merusak tatanan sosial dan melanggar hak asasi manusia. Dalam perspektif agama, korupsi adalah tindakan tercela yang bertentangan dengan nilai moral dan keadilan.

Oleh karena itu, peran serta masyarakat, termasuk komunitas keagamaan, menjadi krusial dalam upaya pemberantasan korupsi.

Semangat ini mengemuka dalam Talkshow Ramadhan Antikorupsi bertajuk ‘Membangun Integritas Bangsa Melalui Peran Serta Masyarakat Keagamaan’ yang digelar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Acara ini menghadirkan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dan Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, sebagai pembicara utama.

Diskusi ini menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum semata. Peran serta masyarakat, terutama komunitas keagamaan, menjadi elemen penting dalam membangun bangsa yang bersih dan berintegritas.

Agama, dengan ajaran moral dan etikanya, dapat menjadi benteng utama dalam mencegah perilaku koruptif sejak dini.

Integritas, Fondasi Pencegahan Korupsi

Dalam paparannya, Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa baik dari sisi agama maupun negara, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diperangi bersama.

KPK, katanya, telah menerapkan strategi Trisula yang mencakup pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Namun, sehebat apa pun sistem yang dibangun, tanpa kesadaran individu dan keterlibatan masyarakat, korupsi tetap akan menjadi ancaman.

“Sistemnya yang bikinan manusia. Tapi kalau kesadaran manusianya rendah, tentu sistem sebaik apa pun, jebol juga,” tegas Fitroh.

Untuk menanamkan kesadaran ini, Fitroh memperkenalkan konsep IDOLA sebagai pilar utama dalam membangun integritas.

Konsep ini mencakup Integritas (keselarasan antara hati, pikiran, dan tindakan), Dedikasi (komitmen kuat dalam menjalankan tugas), Objektif (sikap netral dan tidak memihak), Loyal (kesetiaan dan kejujuran), serta Adil (bertindak demi kesejahteraan masyarakat).

“Puncaknya itu adil untuk masyarakat. Karena tujuan utamanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Fitroh.

Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi

Sementara itu, Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, menekankan bahwa integritas bukan hanya tuntutan hukum, tetapi juga kewajiban agama.

Ia mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang menyerukan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit. Dalam konteks ini, korupsi adalah tindakan haram yang menghancurkan keberkahan hidup.

“Semua daging yang tumbuh dari barang yang haram hanya bisa dibersihkan oleh api neraka,” tegas Prof. Dr. KH. Nasaruddin .

Nasaruddin juga menyoroti pentingnya penggunaan bahasa agama dalam membentuk kesadaran moral masyarakat.

Menurutnya, pendekatan religius lebih efektif dalam menyentuh aspek etika dan kesadaran spiritual.

“Contohnya, salah satu krisis yang kita hadapi adalah lingkungan hidup. Kalau hanya pakai bahasa birokrasi, tidak terlalu banyak manfaatnya. Tapi begitu kita mengharamkan, misalnya mengatakan ‘dosa kalau Anda bakar pohon’, efeknya akan lebih besar,” ujar Prof. Dr. KH. Nasaruddin .

Hal yang sama berlaku dalam pemberantasan korupsi, diperlukan upaya dramatisasi dalam menggambarkan dampak buruk korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang serius.

Menurutnya, pemahaman ini harus ditanamkan sejak dini agar masyarakat tidak terbiasa dengan praktik korupsi, sekecil apa pun bentuknya.

Lebih lanjut, Nasaruddin mengingatkan tentang bahaya ‘wilayah abu-abu’, yaitu celah yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam praktik korupsi tanpa disadari.

Pengendalian diri, terutama bagi pejabat publik, menjadi kunci utama dalam menutup celah tersebut.

“Tingkat pengendalian kita harus lebih tinggi daripada kita menjadi orang biasa,” ujarnya.

Sebagai penutup, Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengajak seluruh masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan terbaik terhadap korupsi.

Dengan kata lain, membangun integritas bangsa harus dimulai dari kesadaran individu dan didukung oleh nilai-nilai spiritual yang kuat.

Kolaborasi antara negara dan elemen keagamaan menjadi langkah strategis untuk mengikis budaya korupsi.

Sebab, sejatinya, perjuangan melawan korupsi bukan hanya soal aturan dan hukuman, tetapi juga soal kesadaran dan tanggung jawab moral setiap individu.| (Gun / Relies KPK )

Perlu Segera Dibenahi: SISTEM DRAINASE KOTA BANDARLAMPUNG

Oleh: H. A. Darwin Ruslinur. SE, MM.

JIKA Kota Bandarlampung tidak ingin dijuluki sebagai KOTA BANJIR, langkah pertama yg harus segera diambil adalah pembenahan seluruh drainase. Karena, secara jujur harus berani kita katakan, bahwa sistem drainase di kota ini masih jauh dari optimal.

Kota Bandarlampung terdiri dari 126 Kelurahan, tersebar di 20 Kecamatan. Sekitar 14 Kecamatan diantaranya berpotensi banjir dimusim hujan meliputi Rajabasa, Labuhan Ratu, Tanjungsenang, Langkapura dan Kemiling.

Kemudian, kecamatan Kedamaian, Way Halim, Kedaton, Tangjungkarang Barat, Tanjungkarang Timur, Tanjungkarang Pusat, Telukbetung Utara, Telukbetung Timur, dan Panjang.
Penanganan banjir di Kota Bandarlampung, dari tahun ketahun belum menjadi skala prioritas, masih bersifat temporer. Boleh jadi, ini karena belum/ tidak adanya master plan drainase kota.

Padahal, master plan sangat diperlukan, mengingat secara topografi Kota Bandarlampung meliputi dataran pantai, perbukitan, dataran tinggi, dan Teluk Lampung.

Dengan kondisi demikian, seyogyanya sistem drainase-pun tidak boleh dibuat secara sembrono, tetapi harus betul-betul sesuai dengan kondisi lingkungan. Artinya, mudah menyesuaikan dengan perubahan, baik perubahan urabanisasi, tataguna lahan, dan iklim.

Peran Masyarakat

Tak kalah penting dalam perangi banjir di Kota Bandarlampung adalah pran serta masyarakat. Kesadaran akan arti pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, dinilai masih sangat rendah dan perlu terus ditingkatkan sejak usia sekolah.

Begitu pula Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Bandarlampung yang bertanggungjawab terhadap kebersihan, dan pertamanan di kota ini. Karena dua aspek ini sangat berkaitan erat dengan banjir.

Tata kelola sampah di Bandarlampung, misalnya, masih menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan, saking buruknya tata kelola sampah, hingga terjadi penyegelan TPA (Tempat Pembungan Akhir) sampah Bakung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum lama ini.

Hampir setiap sudut kota, tampak sampah berserakan dipinggir jalan. Kondisi ini-pun dipastikan akan sulit di atasi bila jumlah armada kebersihan, container sampah, termasuk sumber daya manusianya/pasukan kuning tidak ditambah.

Sa’atnyalah Walikota Bandarlampung, Ibu Eva Dwiana berbenah untuk mencegah banjir dan kesemrautan sampah di Kota Bandarlampung. Setidaknya, di priode terakhir ini (priode 2025 – 2030) diniatkan untuk membuat legacy baik yang akan terus dikenang.

Sampah-sampah yg tercecer dibersihkan oleh tenaga-tenaga terampil yg setiap bulan diberikan salary (gaji) memadai, diutamakan pada person yg memang cinta kebersihan. Jangan seperti tenaga-tenaga kebersihan yg ada sekarang.

Kini banyak oknum tenaga kebersihan yang giat angkut sampah bila di sumpel upeti. Sampah rumah tangga yg sedikit volumenya berlebih (agak banyak dari berhajat), pasti tidak bakal di angkat ke truk sampah/motor Tosa, bila tidak dibayar. Oknum-oknum itu berani ngotot bila upetinya sedikit.

Padahal, sampah-sampah dilingkungan perumahan berbayar yg masing-masing di koordinir oleh para Ketua RT. Hal demikian harus menjadi perhatian Ibu Walikota. Terkecuali, sampah-sampah liar yg numpuk dan berserakan di sejumlah ruas jalan.

Seperti di Jl. M. Nur I Sepang Jaya, Kec. Labuhan Ratu, tepatnya disamping Kediaman Rumah Rektor UBL Prof. Yusuf Barusman.
Pamong Lingkungan II Sepangjaya, dengan berbagai upaya melakukan upaya pencegahan agar masyarakat yg tidak jelas berasal darimana, se-enaknya buang sampah di ruas jalan tsb. Tetapi upaya itu sia-sia dan sampah-sampah terus menumpuk.

Bila perlu Ibu Walikota sesekali sidak pada sore atau pagi hari ke lokasi. Bisa saksikan sendiri betapa kotor, bahkan timbulkan aroma tak sedap. Solusinya, Pemkot harus siapkan Cohntainer sampah, ditaruh di tepi Jl. Sultan Agung, kemudian diangkut oleh armada sampah. Ini cara. terbaik, sekaligus mencegah terjadinya keributan antara warga lingkungan setempat dan warga pembuang sampah yg tidak jelas berasal darimana.

Selain itu, Pemkot juga hendaknya segera meng-evaluasi para sopir pengemudi angkutan sampah yg bermental korup. Seperti pengemudi yg mengangkut sampah di Perum Jayapura Indah. Masyarakat/warga memahami, ketika volume sampah rumah tangga berlebih dari biasanya, pastilah dibantu sewajarnya.

“Kami ngerti kok Pak. Kalau sampah berlebih dari biasanya karena ada tambahan potongan-potongan ranting dahan/bunga-bunga, pastilah kami kasih tambahan. Tapi sopir sampah itu kadang rewel dan nolak angkut sampah karena uang tambahannya kecil”, ucap salah seorang warga yg minta tidak ditulis namanya.

Harapan warga Kota Bandarlampung kepada Walikota Bandarlampung Ibu Hj. Eva Dwiana, hendaknya berkenan memprioritaskan perbaikan sistem drainase di kota ini agar tidak selalu menimbulkan ke-khawatiran warga ketika turun hujan lebat. Semoga…

Tirta Gangga Destinasi Wisata Seputih Banyak Yang Memanjakan Mata

LAMPUNG7COM – Lampung Tengah | Destinasi wisata danau Tirta Gangga yang berada di Desa Swastika Buana Kecamatan Seputihbanyak Kabupaten Lampung Tengah , merupakan sebuah bendungan yang dirancang sebagai tujuan wisata yang menyuguhkan pemandangan yang sangat elok dan menawan.

Berkat kecerdasan dan kepiawaian sang Kepala desa serta kekompakan warganya, sehingga mampu mengubah sebuah danau menjadi lokasi wisata yang sungguh – sungguh indah.

Dan imbas dari pengelolaan serta penataan tempat wisata tersebut sudah pasti mampu mengangkat perekonomian warganya dengan bermuara pada peningkatan ekonomi kreatif.

Lokasi danau Tirta Gangga berjarak kurang lebih sekira 50 kilo meter dari kota Metro, memakan waktu tempuh sekira 45 menit dari kota Metro mengunakan kendaraan roda empat maupun roda 2. Dan berjarak kurang lebih 30 kilo meter dari pusat kota kabupaten Lampung Tengah.

Saat ini, Danau Tirta Gangga tengah dilakukan penataan dan pembangunan guna lebih menarik dan indah untuk dikunjungi. Hal ini disampikan kepala desa Swastika Buana, Made Rimbawa kepada Lampung7.com. pada Rabu (29/1/2024).

Dikatakan Made, Pembangunan Pure ditengah – tengah danau telah menelan anggaran sebesar Rp.800 juta. Dan pembangunanya sendiri dimulai sejak Desember 2024 lalu dan ditargetkan akan selesai 100 persen pada Pebruari 2025,

“Destinasi Wisata Tirta Gangga ini, sudah mengantongi ijin Kementrian Pariwisata, jadi kita sudah mengantongi ijin nasional. Selain itu, Tirta Gangga ini lebih kepada wisata religi yang kita tampilkan,” kata Made.

Dijelaskan Made, tahapan pembangunan selanjutnya adalah meliputi Home Stay, wahana bermain, Meeting Room, tempat pemancingan, Joging Trek, Mushola, dan yang lainya.

Wacananya kedepan Tirta Gangga juga menjadi pusat study bagi kepariwisataan, pertanian dan perikanan.

“Tahap demi tahap kita mulai bangun, kita persiapan untuk jangka menengah dan jangka panjang demi anak cucu kita nanti mas. Dan saat ini anggaran yang kami gunakan murni swadaya masyarakat serta hasil dari kunjungan para wisatawan. Jika saja pemerintah mau menggelontorkan dana Rp.7 miliar, saya pastikan pembangunan sarana dan prasarana disini rampung 100%. Dengan catatan di swakelolakan tidak ditenderkan,”ujar Made.

Made menambahkan, Wisata Tirta Gangga selain menyuguhkan pemandangan yang indah dan menawan, juga menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para pengunjung atau wisatawan. Bahkan jaminan tiket murah dan terjangkau bagi semua kalangan.

“Kami beri garansi bagi para pengunjung maupun wisatawan yaitu keamanan dan kenyamanan saat berada disini. Untuk saat ini, kami gratiskan untuk tiket masuk hanya saja jika pengunjung ingin naik wahana air kita kenakan tiket yang sangat murah. Pada liburan tahun baru 2025 lalu, dari wahana perahu getek bermesin hanya waktu setengah hari kami mendapat inkam sebesar Rp.3,5 juta, karena disetiap hari libur pengunjung mencapai ribuan,”ucap Made.

Selanjutnya, Made berharap ada perhatian serius dari pihak pemerintah, baik Kabupaten, Provinsi maupun Pemerintah pusat.

Dengan pengembangan dan memajukan pariwisata di daerah sudah pasti dapat meningkatkan PAD bagi daerah dan juga menambah penghasilan bagi warga sekitarnya.

“Kami sangat berharap ada perhatian serius dari pemerintah baik daerah maupun pusat. Karena dengan terbangunnya destinasi wisata Tirta Gangga akan memajukan dan meningkatkan perekonomian masyarakat,”pungkas Made. | (Gun).

Profesor di China Klaim Perempuan Bisa Hidup Lebih Lama dengan Memiliki Banyak Anak

Artikel – Stigma terkait perempuan yang dianggap sempurna hanya jika bisa memiliki anak masih kuat di…

Apakah Doa Orang yang Terzalimi Dikabulkan? Ini Jawabannya

Orang yang terzalimi adalah seseorang yang mendapatkan perlakuan tidak adil, dirugikan, atau dianiaya oleh orang lain,…

Ciri-Ciri Orang Iri Sama Kita dan Cara Menghadapinya

Dalam kehidupan sosial, kita pasti berinteraksi dengan berbagai karakter manusia. Terkadang, kita bertemu dengan orang yang…

Ramalan Zodiak Minggu Ini, 7–13 Oktober 2024

Ladies, kita sudah memasuki pekan kedua di bulan Oktober 2024. Selama sepekan ke depan, kehidupan 12…

Dari Mana Asal-usul Budaya THR di Indonesia? Ini Penjelasan Pakar

Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satu hal yang melekat dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri…

Bacaan dan Tata Cara Tarawih, Lengkap dari Niat hingga Salam

Bacaan dan tata cara tarawih dipahami umat Islam dalam menjalankan salah satu ibadah penting di bulan…

Bacaan dan Tata Cara Sholat Witir 3 Rakaat

Salat witir adalah ibadah salat sunah yang jumlah rakaatnya ganjil. Jumlah rakaat salat sunah ini mulai…

Misteri Santet, Proses dan Penangkalnya

Artikel | Mendengar kata santet, sebagian besar masyarakat percaya kalau santet digolongkan sebagai ilmu hitam yang…