Perambah Hutan Diduga Penyebab Konflik Manusia dan Satwa Liar yang Semakin Meluas

Tanggamus – Konflik antara manusia dan satwa liar kembali mencuat, terutama di kawasan hutan, kawasan register, dan taman nasional. Fenomena ini memang kerap terjadi, dan upaya penanggulangan dari petugas melalui berbagai cara sudah dilakukan, namun konflik tersebut masih sulit dihindari.

Salah satu contoh yang terjadi adalah di Kabupaten Tanggamus, tepatnya di Register 39, beberapa waktu lalu. Konflik antara manusia dan satwa liar menimbulkan korban jiwa serta kerusakan pada beberapa gubuk penggarap yang ada di kawasan tersebut.

Ari, seorang penggiat lingkungan dan kehutanan di Kabupaten Tanggamus, menjelaskan bahwa perambahan hutan menjadi salah satu faktor utama penyebab meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar. “Semakin sempitnya habitat hutan bagi satwa liar, seperti gajah dan harimau, menyebabkan mereka mencari wilayah baru, yang seringkali berbenturan dengan aktivitas manusia,” jelas Ari.

Menurutnya, konflik ini juga tidak bisa dipisahkan dari semakin meningkatnya jumlah populasi manusia. “Konflik biasanya terjadi di hutan yang menjadi tempat tinggal satwa liar, akibat perubahan fungsi hutan tersebut, di mana manusia mulai memasuki dan menetap di sana,” tambahnya.

Tidak hanya konflik antara manusia dan satwa liar, di Kabupaten Tanggamus juga terdapat banyak kawasan hutan register yang mengalami kerusakan. Salah satunya adalah kawasan Gunung Tanggamus, Register 30, yang kini sebagian besar gundul akibat alih fungsi lahan menjadi area pertanian sayuran. Kerusakan ini bahkan telah mencapai area pintu rimba.

Ironisnya, kondisi kritis Register 30 di Gunung Tanggamus tampak jelas ketika dilihat dari Kecamatan Gisting, menunjukkan betapa buruknya dampak perambahan hutan.

Ari mengingatkan, seharusnya pemerintah, dalam hal ini KPHL Kotaagung Utara, tidak hanya diam dan harus segera bertindak dengan melakukan edukasi kepada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan serta memberikan bimbingan guna mencari solusi bersama.

Terakhir, Ari mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan dan satwa liar. “Mari kita jaga alam ini agar di masa depan tidak ada lagi konflik antara manusia dan satwa liar, serta kita terhindar dari potensi bencana alam yang bisa terjadi kapan saja. Menjaga kelestarian alam adalah tugas kita bersama, Salam Lestari!” serunya.

(Khoiri)

Tim Gabungan Pantau Pergerakan Gajah Liar di Sebrang Sungai Semaka, Tanggamus

Tanggamus – Tim gabungan yang terdiri dari Polsek Semaka, Polsek Wonosobo, anggota TNI Koramil Wonosobo, KPH, BKSDA, Polhut TNBBS, dan tokoh masyarakat setempat intensif memantau pergerakan kelompok gajah liar yang dikenal dengan nama “Bunga” di wilayah Sebrang Sungai Semaka, Pekon Tulung Asahan, pada Senin, 6 Januari 2025.

Kapolsek Semaka, AKP Sutarto, S.H., menjelaskan bahwa pemantauan dilakukan melalui sistem GPS pada pukul 15.00 WIB. Berdasarkan koordinat yang terpantau (-5.417617, 104.411978), kelompok gajah tersebut diketahui masih berada sekitar 400 meter dari Way Semaka dan berada di luar area permukiman warga.

“Tim telah siap siaga untuk menghalau kelompok gajah ini agar tidak memasuki pemukiman,” ungkap AKP Sutarto, yang bertindak mewakili Kapolres Tanggamus, AKBP Rivanda, S.I.K.

Untuk mencegah potensi konflik antara manusia dan satwa liar, Kapolsek menambahkan, tim gabungan tidak hanya melakukan pemblokadean di sekitar area, tetapi juga menggiring kelompok gajah tersebut ke dalam kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Beberapa alat seperti petasan, suara, dan api digunakan untuk mengarahkan gajah kembali ke habitatnya.

Kapolsek juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Pekon Tulung Asahan untuk memberikan edukasi dan imbauan kepada warga agar tetap tenang dan tidak panik.

“Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan mempercayakan penanganan sepenuhnya kepada tim satgas,” tambahnya.

Kelompok gajah “Bunga,” yang berjumlah 18 ekor, masih berada di lokasi tersebut dengan jarak sekitar 10 meter dari mahout (pawang gajah). Tiga mahout yang bertugas—Miskun, Gianto, dan Supri—terus berupaya menggiring gajah menuju arah yang lebih aman.

Langkah koordinasi ini menunjukkan solidaritas yang kuat antara TNI, Polri, BKSDA, dan masyarakat dalam mengatasi potensi konflik satwa liar di Kabupaten Tanggamus. Diharapkan, usaha ini dapat mengurangi potensi kerugian material serta menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.

[Khoiri]

Kawanan Gajah Rusak 7 Rumah Warga di Kabupaten Tanggamus

Tanggamus, Lampung – Kawanan gajah liar kembali menyebabkan kerusakan di pemukiman warga di Blok 4 Reg 39, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Kamis (2/1/2025) dini hari. Dalam kejadian tersebut, tujuh rumah semi permanen milik warga rusak, dengan satu rumah milik Parman mengalami kerusakan berat. Meskipun kerusakan cukup parah, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

Kepala Bidang Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadillah Astutik, menjelaskan bahwa kawanan gajah tersebut memasuki kawasan pemukiman sekitar pukul 00.15 WIB. Beruntung, warga yang mendengar tanda-tanda kedatangan kawanan gajah segera menyelamatkan diri dan tidak menjadi korban.

“Tadi malam, kawanan gajah liar kembali memasuki permukiman warga. Tujuh rumah semi permanen mengalami kerusakan berat,” ungkap Umi.

Kawanan Gajah Rusak 7 Rumah Warga di Kabupaten Tanggamus
Foto: Khoiri/Lampung7

Dalam video yang beredar, terlihat rumah-rumah berbahan kayu milik warga porak-poranda akibat amukan kawanan gajah tersebut. Kejadian ini mengingatkan kembali akan potensi bahaya yang ditimbulkan oleh konflik antara manusia dan satwa liar.

Pihak kepolisian bersama berbagai pihak terkait kini tengah melakukan pendataan kerusakan dan merumuskan solusi untuk menangani konflik ini. Umi juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menggelar rapat darurat dengan TNI, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan pemerintah daerah.

“Rapat ini bertujuan mencari solusi jangka pendek dan panjang agar kejadian serupa tidak terulang. Kami sudah melakukan koordinasi dengan TNI, TNBBS, BKSDA, dan pemerintah daerah. Langkah mitigasi sedang kami rumuskan,” jelasnya.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, pihak terkait berencana untuk mendorong kawanan gajah agar kembali ke habitat alaminya di kawasan hutan lindung. Pemerintah daerah juga sedang menyiapkan bantuan untuk warga yang terdampak akibat kejadian ini.

Kejadian ini kembali menegaskan pentingnya keseimbangan antara pelestarian habitat satwa liar dan perlindungan terhadap permukiman manusia. Untuk itu, langkah-langkah mitigasi yang cepat dan tepat sangat diperlukan agar konflik ini tidak terus berulang di masa depan.

[Khoiri]