Jakarta – Isu kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) impor milik PT Pertamina (Persero) tengah menjadi sorotan publik. Kandungan etanol sebesar 3,5 persen disebut-sebut menjadi alasan dua badan usaha swasta, Vivo dan BP-AKR, menolak membeli BBM dari Pertamina.
Menanggapi polemik tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya buka suara. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) ESDM, Laode Sulaiman, menegaskan bahwa penggunaan etanol dalam BBM tidak melanggar aturan dan justru sudah menjadi praktik umum di dunia.
“Etanol itu secara internasional sudah banyak digunakan. Bahkan, kinerjanya tidak terganggu—malah bagus kalau dicampur etanol,” kata Laode di kantornya, Sabtu (4/10).
Laode mencontohkan negara seperti Brasil yang telah lama mencampurkan etanol hingga lebih dari 20 persen dalam bahan bakar mereka. Ia juga menyebut Shell di Amerika Serikat telah melakukan praktik serupa, membuktikan bahwa pencampuran etanol tidak menurunkan kualitas BBM.
Menurutnya, perbedaan pandangan antara Pertamina dan pihak swasta lebih disebabkan oleh kurangnya komunikasi.
“Yang satu berpegang bahwa tidak boleh ada etanol, yang satu lagi menilai sedikit etanol justru membuat BBM lebih kuat. Jadi ini hanya soal persepsi teknis,” jelas Laode.
Ia pun memastikan bahwa pasokan BBM, baik dari kilang dalam negeri maupun impor, tetap aman dan mencukupi kebutuhan nasional.
Pertamina Tegaskan: Etanol Tingkatkan Kualitas BBM dan Kurangi Emisi

Sementara itu, Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa pencampuran etanol dalam BBM adalah praktik terbaik (best practice) yang telah lama diterapkan secara global. Selain meningkatkan kualitas pembakaran, kebijakan ini juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan perbaikan kualitas udara.
“Penggunaan etanol bukan hal baru, melainkan praktik yang sudah mapan secara global. Implementasinya terbukti mengurangi emisi gas buang dan menekan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,” ujar Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun.
Pertamina menjelaskan bahwa etanol berasal dari bahan nabati seperti tebu dan jagung, sehingga lebih ramah lingkungan. Campuran ini mendukung transisi energi bersih dan pemberdayaan sektor pertanian karena bahan bakunya berasal dari hasil bumi.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Brasil, Prancis, Jerman, dan Inggris bahkan telah menerapkan standar E10, yaitu campuran bensin dengan 10 persen etanol, sebagai bagian dari strategi global menekan polusi udara.
Dengan demikian, meski kandungan etanol 3,5 persen dalam BBM Pertamina memicu perbedaan pandangan di kalangan pelaku usaha, pemerintah dan Pertamina menegaskan bahwa kebijakan tersebut justru sejalan dengan tren energi bersih dunia.
Publik kini menanti langkah konkret pemerintah untuk menyatukan persepsi dan memastikan implementasi kebijakan energi yang efisien, ramah lingkungan, dan berkeadilan bagi semua pihak.