Emas Dunia Cetak Rekor Baru, Tembus USD 3.900: Investor Berlomba Lindungi Aset di Tengah Guncangan Global

JAKARTA — Harga emas dunia kembali melambung ke rekor tertinggi sepanjang sejarah, menembus level di atas USD 3.900 per ons troi atau sekitar Rp 64,6 juta (kurs Rp 16.579/USD) pada Senin (6/10).
Kenaikan ini mempertegas posisi emas sebagai aset lindung nilai utama di tengah tekanan global, dari penurunan suku bunga The Fed, pelemahan dolar AS, hingga ketegangan geopolitik dan perang dagang yang belum mereda.

Menurut HRTA Gold Insights, kombinasi kebijakan moneter longgar dan kondisi ekonomi global yang rapuh telah menjadi bahan bakar utama lonjakan harga logam mulia tersebut.

“Kebijakan moneter global, pelemahan mata uang, serta lonjakan pembelian emas oleh bank sentral dunia menjadi katalis utama,” ujar Direktur Investor Relations HRTA, Thendra Crisnanda, Senin (6/10).

“Pelemahan rupiah juga memperkuat peran emas sebagai aset pelindung nilai. Kami melihat momentum pertumbuhan harga emas akan berlanjut hingga akhir tahun.”

Rupiah Melemah, Daya Tarik Emas Domestik Menguat

Langkah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,75 persen pada September turut memperkuat permintaan emas di dalam negeri.
Namun, kebijakan itu juga membuat rupiah tertekan, sempat menyentuh Rp 16.970 per USD, dan rata-rata bergerak di kisaran Rp 16.500–16.600/USD sepanjang bulan.

Kondisi ini memicu lonjakan pembelian emas di pasar domestik. World Gold Council mencatat, permintaan emas di semester I 2025 naik 20,87 persen secara tahunan menjadi 21,2 ton, didominasi oleh emas batangan.

The Fed dan BI Jadi Penentu Arah Harga

Pasar kini menanti hasil pertemuan The Fed yang dijadwalkan pada akhir Oktober atau awal November. Jika data ekonomi AS masih menunjukkan perlambatan, bank sentral berpotensi melanjutkan penurunan suku bunga, memberi ruang bagi harga emas untuk kembali menanjak.

Sementara itu, BI juga dijadwalkan menggelar rapat pertengahan Oktober untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut HRTA Gold Insight, penurunan suku bunga ganda dari dua bank sentral besar tersebut bisa menjadi pemicu baru lonjakan harga emas global.

“Apabila kedua bank sentral melanjutkan kebijakan dovish, harga emas berpotensi menembus level psikologis berikutnya,” tulis laporan HRTA Gold Insight.

Emas Jadi Raja di Tengah Ketidakpastian

Pada September 2025, harga emas global sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah di atas USD 3.800 per ons, dengan rata-rata bulanan di USD 3.663 per ons atau sekitar Rp 1.945.864 per gram.

Kenaikan ini menandai lonjakan 39,31 persen (YoY) dalam denominasi dolar AS, dan bahkan 51,69 persen (YoY) dalam rupiah — dipicu oleh depresiasi mata uang Garuda.

Dengan berbagai risiko global yang belum mereda, analis sepakat:

“Emas kembali menjadi raja aset lindung nilai — dan tren bullish-nya belum akan berakhir.”

Tulis Komentar Anda