Dunia — Harga minyak mentah dunia melemah pada Kamis (9/10) setelah Israel dan Hamas sepakat memulai tahap awal rencana perdamaian untuk mengakhiri perang di Gaza. Kesepakatan ini meredakan ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang selama ini menjadi salah satu pendorong kenaikan harga minyak.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent turun sebesar 34 sen atau 0,51 persen menjadi USD 65,91 per barel pada pukul 04.13 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat melemah 38 sen atau 0,61 persen menjadi USD 62,17 per barel.
Analis pasar senior OANDA, Kelvin Wong, menyebut penurunan harga minyak kali ini dipicu oleh meredanya premi risiko geopolitik setelah kabar gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
“Minyak mentah WTI diperdagangkan lebih lemah hari ini karena turunnya premi risiko geopolitik akibat kesepakatan damai Israel–Hamas,” ujar Wong.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan gencatan senjata serta pembebasan sandera — langkah penting menuju akhir perang dua tahun di Jalur Gaza.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pemerintahannya akan menggelar rapat khusus pada Kamis malam untuk menyetujui perjanjian tersebut.
Selama dua tahun terakhir, konflik di Gaza telah memberikan dukungan terhadap harga minyak dunia, karena investor menilai potensi perang regional dapat mengganggu pasokan minyak global. Namun, dengan tercapainya kesepakatan damai, kekhawatiran tersebut mulai mereda.
CEO Moomoo Australia dan Selandia Baru, Michael McCarthy, mengatakan meski ada gencatan senjata, hal itu tidak akan berdampak signifikan terhadap pasokan minyak di kawasan Timur Tengah, sebab OPEC+ masih belum mencapai target peningkatan produksinya.
“Gencatan senjata di Gaza tidak akan mengubah pasokan minyak, karena OPEC+ sejauh ini masih di bawah target peningkatan produksi,” ujarnya.
OPEC+ sendiri baru-baru ini menyepakati kenaikan produksi pada bulan November mendatang — lebih kecil dari ekspektasi pasar. Hal ini sedikit menenangkan kekhawatiran terkait potensi kelebihan pasokan.
Di sisi lain, penguatan dolar AS juga turut menekan harga minyak. Mata uang Amerika Serikat yang menguat terhadap yen Jepang dan euro membuat harga minyak berdenominasi dolar menjadi lebih mahal bagi investor asing.
Sebelumnya, harga minyak sempat naik sekitar 1 persen pada Rabu (8/10), mencapai level tertinggi dalam sepekan setelah investor menilai lambatnya kemajuan perdamaian Ukraina masih membuka ruang bagi ketegangan geopolitik di Eropa.
Berdasarkan laporan Badan Informasi Energi AS (EIA), konsumsi minyak AS pekan lalu naik menjadi 21,99 juta barel per hari, tertinggi sejak Desember 2022. Namun secara global, analis JP Morgan menilai permintaan minyak mulai melambat pada Oktober ini.
Dalam catatan mereka, permintaan global rata-rata berada di 105,9 juta barel per hari, naik tipis dibanding tahun lalu, namun lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Selain itu, pertumbuhan stok minyak global juga mulai melambat, hanya meningkat 8 juta barel minggu lalu — laju penambahan paling kecil dalam lima pekan terakhir.
Dengan redanya konflik di Timur Tengah dan menguatnya dolar AS, harga minyak dunia diperkirakan akan bergerak moderat dalam jangka pendek sambil menunggu perkembangan produksi dari OPEC+ dan tren permintaan global.