YOGYAKARTA – Upaya Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam memastikan kualitas kebersihan layanan makan bergizi menghadapi tantangan besar. Dari 160 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ada, baru 16 unit atau sekitar 10 persen yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) — sebuah standar wajib untuk menjamin keamanan pangan bagi anak-anak.
Sekretaris Daerah DIY sekaligus Ketua Satgas Percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Ni Made Dwipanti Indrayanti, menjelaskan bahwa sebagian besar SPPG masih berproses untuk memenuhi kriteria kebersihan dan sanitasi.
“SLHS baru dimiliki oleh 16 SPPG,” ujar Made saat dihubungi Pandangan Jogja, Senin (6/10).

Ia menambahkan, dari total 160 SPPG, sebanyak 20 unit bahkan belum beroperasi. Meski begitu, pemerintah optimistis target sertifikasi bisa segera tercapai karena sejumlah persyaratan kini telah disederhanakan.
“Dengan adanya penyederhanaan syarat, diharapkan proses pemenuhan SLHS bisa lebih cepat,” jelasnya.
Pengawasan Diperkuat, Pemda DIY Fokus pada Kualitas Layanan
Made menegaskan, peran Pemda DIY dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan. Pemerintah daerah secara rutin menerima laporan dari tiap penyelenggara SPPG dan berkoordinasi dengan kepala sekolah di wilayah terkait.
“Kami berkomunikasi dengan penyelenggara SPPG, mengkoordinir kepala sekolah, dan memantau laporan yang dibagikan. Kami fokus pada sisi pengawasan,” terangnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Pandangan Jogja masih berupaya mendapatkan tanggapan dari Kepala Regional SPPG DIY, Gagat Widyatmoko, terkait progres pemenuhan SLHS.
Konteks Global: Tantangan Keamanan Pangan Sekolah di Negara Berkembang
Kasus Yogyakarta mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak daerah di negara berkembang, di mana implementasi program makan bergizi sering terkendala oleh kualitas kebersihan, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Sertifikasi laik higiene dan sanitasi menjadi elemen krusial dalam memastikan keamanan pangan anak-anak, terutama dalam konteks pendidikan dasar. Tanpa standar kebersihan yang baik, program gizi berisiko menimbulkan masalah kesehatan baru.
Langkah DIY untuk mempercepat sertifikasi diharapkan bisa menjadi model perbaikan sistemik bagi daerah lain di Indonesia — bahkan menjadi contoh pembelajaran global tentang pentingnya keseimbangan antara akses pangan dan jaminan kebersihannya.