Problematiknya Pimpinan KPK Jilid V: 2 Orang Langgar Etik, 1 Masih Diproses

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho mengungkap banyak evaluasi terhadap kinerja pimpinan KPK periode 2019-2024 atau Jilid V. Termasuk juga terhadap kinerja pegawai lembaga antirasuah.

Mulanya, Albertina mengatakan bahwa Dewas KPK punya kewajiban dan tugas melakukan evaluasi kinerja setiap tahunnya. Hasilnya, diserahkan kepada presiden dan DPR RI.

“Yang patut kami sayangkan sebenarnya evaluasi kinerja yang kami buat setiap tahun itu tidak pernah sampai ke pegawai. Sehingga pegawai itu tidak pernah tahu evaluasi apa yang dilakukan Dewas terhadap kinerja pimpinan maupun pegawai KPK,” kata Albertina dalam Diskusi Publik: Urgensi Penelusuran Rekam Jejak Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Kantor ICW, Kamis (15/8).

Hal itu karena Dewas tidak mungkin menyampaikan evaluasi langsung kepada pegawai. Hanya disampaikan kepada eselon satu yakni Sekjen dan Deputi di KPK. Evaluasi itu, kata dia, tidak pernah sampai ke bawah.

“Belakangan ini kami tahu karena biasanya kalau ada masalah kami tanyakan ke pegawai dan mereka tidak pernah tahu evaluasi apa yang dilakukan Dewas,” kata dia.

Kemudian, Albertina membahas soal evaluasi perilaku pimpinan. Dia bicara soal pimpinan yang melanggar etik.

“Banyak sekali evaluasi terhadap perilaku pimpinan dan kalau kita lihat terakhir kami sampaikan kepada DPR kalau dilihat dari lima pimpinan, itu dua kena pelanggaran etik sudah diputus, satu sedang dalam proses,” kata dia.

“Sehingga kalau kita katakan berapa persen itu. Kalau yang satu (pimpinan KPK Nurul Ghufron) juga terbukti karena ini tinggal putusan itu lebih dari 50 persen pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK,” sambungnya.

Dewas KPK saat ini tengah mengusut dugaan pelanggaran etik Ghufron terkait mutasi seorang pegawai ASN di Kementan. Dewas KPK tinggal membacakan putusannya saja, tapi terhalang putusan sela dari PTUN Jakarta.

Atas persoalan banyaknya pelanggaran etik, Albertina bertanya-tanya: salahnya di mana?

“Apakah salah pada waktu seleksi atau salah setelah di dalam, nah ini, ini yang jadi tanda tanya juga bagi kami, apakah dalam lima tahun ini orang bisa berubah drastis menjadi seperi itu,” kata dia.

Atas dasar tersebut, kata Albertina, penting sekali untuk melihat rekam jejak dalam proses seleksi pimpinan dan Dewas KPK.

“Seleksi ini penting sekali melihat rekam jejak dari peserta. Karena kalau menurut pikiran kami, kalau kita punya rekam jejak yang buruk, kalau dikatakanlah, saya biasa mengistilahkan kita punya beban masa lalu, itu sulit,” ucapnya.

“Itu kita akan bertindak objektif atau bisa bertindak sesuai dengan aturan kalau kita katakan setelah itu saya akan perbaiki diri, yang masalah rekam jejak di belakang ini mungkin ya mohon maaf mungkin bisa ditagih oleh orang berkepentingan di belakangnya sehingga rekam jejak itu perlu sekali,” pungkasnya.

Tulis Komentar Anda