Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), menyoroti adanya penurunan drastis perihal operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada periode 2019-2024.
Hal ini disampaikan peneliti ICW, Diky Anandya dalam kegiatan Evaluasi Kinerja KPK periode 2019-2024 di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta Selatan, Jumat (6/9).
“Kami melihat bahwa ada penurunan yang cukup signifikan dari segi penindakan kasus korupsi melalui metode tangkap tangan. Kalau kita bandingkan dengan tahun pertama dengan komisioner sebelumnya tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, hingga tahun keempat angkanya jauh berbeda, menurun drastis,” ujar Diky dalam paparannya, Jumat (6/9).
Dia menilai penurunan OTT di KPK tersebut disebabkan karena pimpinan KPK periode tersebut tidak memiliki visi untuk penindakan kasus korupsi. Bahkan, lanjut Diky, hal ini juga sempat disampaikan oleh Firli Bahuri saat proses fit and proper test.
“Bahwa periode ke depan ketika dia terpilih menjadi pimpinan KPK, maka akan mengedepankan aspek pencegahan, kerja-kerja pencegahan,” ucap Diky.
Menurut Diky, dalam konteks penegakan hukum anti korupsi, pencegahan korupsi tak bisa dipandang secara parsial. Sehingga pencegahan korupsi, dinilai harus bergerak simultan dengan penindakan.
“Upaya pemberantasan korupsi itu tidak bisa dipandang secara parsial, hanya menekankan pada aspek pencegahan tapi harus berjalan simultan dengan penindakan,” pungkasnya.
Dalam data yang dipaparkan, penurunan jumlah OTT terjadi pada masa kepemimpinan Firli Bahuri. Pada kepemimpinan tahun pertama Agus Rahardjo, terdapat 17 OTT yang dilakukan KPK. Sementara Firli hanya 7 OTT.
Kemudian di tahun kedua Agus Rahardjo, terdapat 19 OTT. Sementara Firli hanya 6 OTT. Penurunan juga berlaku pada tahun ketiga hingga keempat masa kepemimpinan Firli Bahuri di KPK.
Eksplorasi konten lain dari LAMPUNG 7
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.