Jadi Anggota Baru BRICS, Indonesia Jajaki Kerja Sama Energi dengan Rusia

Jakarta – Sebagai anggota organisasi ekonomi BRICS, Indonesia membuka peluang kerja sama di sektor energi dengan negara-negara anggota blok tersebut, termasuk Rusia.

Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha Widya Putra, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia menjajaki potensi kolaborasi dengan dua perusahaan energi besar asal Rusia, yakni Gazprom dan Rosneft.

“Indonesia terbuka terhadap berbagai langkah strategis bersama Rusia, mulai dari penyediaan teknologi untuk eksplorasi gas raksasa, pengembangan energi nuklir, hingga proyek Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCS/CCUS),” ujar Hangga, dikutip dari Antara, Senin (13/10/2025).

Hangga menambahkan, kerja sama ini sejalan dengan fokus pemerintah dalam melaksanakan transformasi strategis energi menuju net zero emission (NZE) pada tahun 2060, serta memperkuat program hilirisasi di berbagai sektor sumber daya alam.

Fokus pada Dekarbonisasi dan Teknologi Penangkapan Karbon

Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Hangga Yudha Widya Putra. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Hangga Yudha Widya Putra. Foto: kumparan

Terkait proyek CCS/CCUS, Hangga menjelaskan bahwa metode tersebut menjadi langkah penting dalam upaya dekarbonisasi nasional. Berdasarkan kajian, potensi penyimpanan CO₂ di Indonesia diperkirakan mencapai 25,5 hingga 68,2 miliar ton. Hingga tahun 2030, pemerintah menargetkan 15 proyek CCS/CCUS sudah beroperasi di berbagai wilayah.

Energi Nuklir Masuk Agenda Strategis

Logo Gazprom di Gedung Putih Moskow. Foto: Reuters
Logo Gazprom di Gedung Putih Moskow. Foto: Reuters

Selain itu, Indonesia juga tengah mengkaji penerapan energi nuklir berbasis reaktor modular kecil (Small Modular Reactor/SMR) yang rencananya akan dibangun di Kalimantan dan Sumatra.

Hangga menilai, perusahaan teknologi nuklir Rusia seperti Rosatom dapat menjadi mitra potensial dalam pengembangan proyek tersebut. Ia menekankan, kerja sama sektor energi membutuhkan dukungan lintas kementerian dan lembaga untuk memastikan keberlanjutan serta keamanan investasi asing.

“Sektor energi sangat kompleks dan memerlukan koordinasi multisektor, termasuk dalam memfasilitasi investasi asing seperti potensi keterlibatan Rosneft di proyek Kilang Tuban,” jelasnya.

Rencana tersebut, lanjut Hangga, melibatkan 14 kementerian dan lembaga, di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, hingga Kepolisian RI.

Potensi Energi Terbarukan Masih Besar

Untuk mencapai target NZE 2060, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 3.687 gigawatt (GW). Namun, realisasi pemanfaatannya baru sekitar 0,4 persen dari total potensi yang ada.

Selain itu, pemerintah juga terus mendorong pengembangan program biodiesel B40, yaitu campuran 40 persen FAME berbasis sawit dengan bahan bakar diesel, yang direncanakan akan diterapkan pada 2025, disusul program B50 pada 2026.

 

Tulis Komentar Anda