Dana Daerah Dipangkas, Tito Minta Kepala Daerah Pangkas Gaya Hidup Birokrasi dan Cari PAD Tanpa Bebani Rakyat!

Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan penyesuaian anggaran dengan mengurangi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Transfer ke Daerah (TKD) untuk seluruh pemerintah daerah. Kebijakan ini sempat menuai reaksi keras dari sejumlah kepala daerah yang khawatir berdampak pada program pembangunan di wilayahnya.

Menanggapi hal itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa kondisi fiskal saat ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih kreatif dan efisien dalam mengelola anggaran. Ia meminta kepala daerah mulai meninggalkan pola belanja birokratis yang tidak produktif.

“Menghadapi dinamika transfer keuangan daerah yang beralih ke pusat, rekan-rekan di daerah harus melakukan efisiensi belanja. Terutama belanja yang sifatnya birokratis seperti rapat, perjalanan dinas, konsumsi, perawatan, dan pemeliharaan — itu kadang berlebihan. Nah, ini harus dikurangi,” tegas Tito usai Rapat Kerja Pengawasan dan Pembinaan Pemerintah di Jakarta, Kamis (9/10).

Ilustrasi uang rupiah. Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Shutterstock

Menurut Tito, penghematan bukan hal baru bagi pemerintah daerah. Ia mencontohkan, saat pandemi COVID-19 banyak daerah yang tetap mampu menjalankan roda pemerintahan meski anggaran sangat terbatas.

“Waktu COVID dulu kita bisa kok bertahan dengan anggaran yang dipangkas jauh. Kuncinya ada di pengelolaan dan fokus pada program yang benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Tito juga mengingatkan agar setiap program pembangunan dijalankan dengan penuh integritas. Ia menekankan agar anggaran tidak disalahgunakan, karena bisa berujung pada persoalan hukum.

“Program-program harus benar-benar menghasilkan manfaat, bukan jadi ajang bancakan. Jangan sampai anggaran justru menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,” tandasnya.

Di sisi lain, mantan Kapolri itu mendorong setiap daerah menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa harus membebani masyarakat kecil. Salah satu langkahnya adalah dengan menutup kebocoran pajak di sektor-sektor yang sudah ada.

“Contohnya pajak restoran dan hotel. Di tagihan sudah ada pajaknya, tapi belum tentu sampai ke kas daerah. Ini harus diawasi betul. Begitu juga dengan parkir, perlu sistem yang memastikan pajak masuk ke pemerintah daerah,” jelas Tito.

Lebih lanjut, Tito meminta seluruh kepala daerah memastikan program nasional tetap berjalan efektif. Menurutnya, pengawalan yang baik terhadap program seperti Modernisasi Badan Usaha Milik Desa (MBG), Koperasi Merah Putih Desa Nelayan, hingga ketahanan pangan, akan memperkuat ekonomi lokal.

“Kalau program nasional berjalan, otomatis membuka lapangan kerja, memperkuat rantai pasok, dan menggerakkan ekonomi daerah. Uang berputar di masyarakat, dan itu sangat penting,” ujarnya menutup.

Dengan strategi efisiensi, transparansi, serta optimalisasi PAD, Tito berharap setiap daerah bisa tetap tangguh menghadapi tantangan fiskal di tahun anggaran mendatang.

Tulis Komentar Anda