LBH Dharma Loka Desak Pemerintah Lampung Tindak Tegas Lonjakan Kasus Kekerasan Seksual

LAMPUNG – Lonjakan kasus kekerasan seksual di Provinsi Lampung memicu keprihatinan serius dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Dharma Loka Nusantara. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), tercatat 136 kasus kekerasan seksual terjadi di Lampung sejak awal 2025.

Direktur LBH Dharma Loka Nusantara, Ahmad Hadi Baladi Ummah atau yang akrab disapa Pupung, menilai angka tersebut sebagai bukti nyata darurat kekerasan seksual dan cerminan kegagalan negara dalam menjamin rasa aman, terutama bagi kelompok rentan.

“Kami tengah menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kantor Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Tanggamus. Ini bukan hanya mencoreng nama lembaga negara, tapi menunjukkan bahwa kekerasan seksual di lingkungan kerja, termasuk institusi pemerintah, sudah sangat mengkhawatirkan,” ungkap Pupung.

Ia menegaskan, persoalan ini membutuhkan intervensi struktural yang mendesak. Menurutnya, hingga saat ini penanganan kekerasan seksual masih menghadapi berbagai hambatan, mulai dari proses hukum yang rumit hingga minimnya pendampingan terhadap korban. Ketiadaan regulasi daerah yang spesifik pun dinilai memperparah kondisi.

Karena itu, LBH Dharma Loka mendesak Pemerintah Provinsi Lampung segera menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunan dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Regulasi tersebut dinilai penting untuk menjamin perlindungan yang menyeluruh dan nyata bagi korban.

“UU TPKS sudah menjadi kemajuan, tapi tanpa pelaksanaan konkret di daerah, itu hanya akan jadi dokumen mati. Pemerintah tidak bisa hanya bersikap reaktif saat kasus muncul ke publik. Diperlukan komitmen dan tindakan nyata,” tegas Pupung.

LBH Dharma Loka juga menyerukan keterlibatan aktif masyarakat sipil dan organisasi pendamping untuk memperkuat solidaritas dan mendorong reformasi kebijakan yang berpihak pada korban. Negara, kata Pupung, tak boleh abai, apalagi jika pelaku berasal dari institusi negara sendiri.

Tulis Komentar Anda