CEO Microsoft, Satya Nadella, menilai tantangan utama dalam era kecerdasan buatan (AI) bukan terletak pada pembangunan atau implementasinya, melainkan pada bagaimana manusia mengubah cara kerja mereka.
Dalam diskusi bersama Y Combinator yang dirilis Kamis (25/6), Nadella menegaskan bahwa AI akan mendisrupsi alur kerja secara mendasar. Ia menggambarkan masa depan di mana individu bekerja bersama puluhan agen AI, yang secara otomatis akan mengubah cakupan dan struktur pekerjaan.
“Ketika seseorang mengatakan, ‘Saya akan bekerja dibantu 99 agen AI,’ maka alur kerja tidak akan sama lagi. Bahkan peran pekerjaan itu sendiri akan berubah,” ujar Nadella.
Menurutnya, change management adalah tantangan utama dalam transformasi ini. Ia mencontohkan LinkedIn—anak perusahaan Microsoft—yang mulai menyatukan beberapa peran seperti desain produk, rekayasa antarmuka, dan manajemen produk ke dalam satu fungsi baru: full-stack builder.
“Hal ini menunjukkan pergeseran peran. Lalu bagaimana kita menyusun ulang tim dengan tanggung jawab yang benar-benar baru?” katanya.
Pemangkasan dan Restrukturisasi
Pada Mei 2025, Microsoft mengumumkan pemangkasan sekitar 6.000 karyawan atau kurang dari 3% dari total tenaga kerja globalnya. Juru bicara perusahaan menyatakan langkah tersebut bukan akibat kinerja pegawai, melainkan bagian dari restrukturisasi internal.
Business Insider melaporkan bahwa tujuan pemangkasan ini adalah untuk mengurangi lapisan manajemen menengah dan memperbesar porsi pekerja teknis dalam proyek, guna meningkatkan efisiensi dan jangkauan kendali tiap manajer.
Masa Depan Pekerjaan di Era AI
Perdebatan seputar dampak AI terhadap dunia kerja terus berlangsung. CEO Nvidia, Jensen Huang, meyakini bahwa AI akan mengubah semua jenis pekerjaan—termasuk pekerjaannya sendiri. Ia mengakui ada peran yang hilang, namun AI juga membuka peluang baru yang lebih kreatif.
Sebaliknya, CEO Anthropic, Dario Amodei, memperingatkan bahwa dalam lima tahun ke depan, hingga 50% pekerjaan level pemula di sektor perkantoran bisa lenyap akibat AI. Ia menyerukan kejujuran dari para pengembang teknologi untuk menyampaikan skala perubahan ini kepada publik.
“Banyak orang belum benar-benar menyadari seberapa besar perubahan ini,” ujar Amodei dalam wawancaranya dengan Axios.
Adaptasi Harus Dimulai dari Sekarang
CEO Amazon, Andy Jassy, dalam sebuah memo publik pekan lalu, mendorong seluruh karyawan untuk mulai membiasakan diri menggunakan AI. Ia mengimbau staf untuk aktif belajar, mengikuti pelatihan, dan menjadikan AI bagian dari proses kerja harian.
“Bersikaplah ingin tahu. Cobalah AI di mana pun Anda bisa. Ini bukan masa depan yang jauh—ini sedang berlangsung sekarang,” tulis Jassy.
Senada dengan itu, Reid Hoffman, pendiri LinkedIn, menyatakan bahwa AI harus menjadi bagian dari sistem kerja semua tim, mulai dari startup lima orang hingga korporasi besar.
Transformasi Tak Terhindarkan
Era AI bukan sekadar soal penguasaan teknologi, tapi tentang kesiapan manusia dan organisasi untuk bertransformasi. Dari restrukturisasi tim hingga redefinisi peran, AI telah menjadi katalis perubahan besar dalam cara kita bekerja—dan tidak ada jalan kembali.