Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kris Sasono Ngudi Wibowo, menuturkan industri tekstil hulu menjadi satu-satunya sub industri manufaktur yang kontraksi pada Juni 2024.
“Kelihatannya dari 23 sub sektor kan harus ada penekanan khusus, dari 23 sub sektor yang dipotret melalui survei ini, satu di antaranya, yang kontraksi ada di Direktorat IKFT khususnya ada di KBLI 13 yaitu industri tekstil, walaupun sebenarnya kontraksinya tipis dengan angka 50,” kata Kris di Kantor Kemenperin, Jakarta, Kamis (27/6).
Indikator IKI di atas 50 menunjukkan posisi ekspansi. Sebaliknya, posisi di bawah 50 berada dalam level kontraksi. Meskipun tidak menjelaskan berapa angka perolehan kinerja industri tekstil hulu yang kontraksi tersebut, Kris mengatakan Kemenperin telah mendeteksi adanya penurunan usaha tekstil hulu ini.
“Terlihat dari pembentuk IKI Juga terlihat bulan Juni 2024, industri tekstil di dalam parameter IKI pesanannya turun, produksinya relatif naik ekspansinya, angka persediaan juga naik,” jelas Kris.
Salah satu penyebabnya adalah banjirnya impor pakaian jadi yang menyebabkan industri tekstil antara dan industri hulu terdampak.Banjirnya produk hilir terjadi sejak pemerintah meneken Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 yang merupakan revisi dari Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Industri tekstil ini cukup terkena dampak salah satunya disebabkan banjirnya, banyaknya pakaian jadi yang masuk ke kita pasca diberlakukannya Permendag 8/2024, itu yang terjadi di industri tekstil,” terang Kris.
Meskipun, secara keseluruhan industri pakaian jadi masih mencatatkan pesanan baru yang baik dan tercatat ekspansif. Sebab, industri tekstil sektor hilir ini baru akan terdampak banjirnya impor pada tiga hingga enam bulan mendatang.
“Industri pakaian jadi masih relatif bagus, ya karena ini biasanya impactnya kalau pakai jadi biasanya ordernya tiga bulan atau enam bulan, sehingga belum terlihat secara langsung, justru yang terlihat secara sentimen dan teknikal asesmen nya ada di industri bahan baku (hulu) untuk industri tekstil,” jelas Kris.
“Secara umum kinerja sektor IKFT, sebenarnya cukup baik, dari tujuh subsektor enam subsektor itu mengalami ekspansi yang cukup tinggi, dua sektor utamanya itu pakaian jadi dan barang dari kulit itu menyumbang lumayan bisa datang ke IKI (Juni) kemudian empat lainnya juga ekspansi hanya satu subsektor yang mengalami kontraksi,” tutup Kris.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, membeberkan kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Tanah Air saat ini yang tengah didera gempuran produk impor. Terlebih kondisi geopolitik menyebabkan industri TPT dalam negeri juga tak dapat leluasa di pasar ekspor. Sehingga menyebabkan banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor ini.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi penurunan ekspor yang diakibatkan oleh permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada terjadinya penurunan daya beli dari konsumen di negara tujuan ekspor, serta sulitnya mengakses pasar ekspor karena adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan tariff barrier dan nontariff barrier,” kata Agus dalam keterangannya, Kamis (20/6).