JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak sembarangan menggunakan private jet untuk keperluan dinas, terutama jika dilakukan secara mendadak tanpa perencanaan matang.
“Ke depan, semua penggunaan moda transportasi harus direncanakan sejak awal, tidak bisa mendadak,” ujarnya pada Rabu (13/5).
Pernyataan ini disampaikan menyusul laporan Koalisi Masyarakat Sipil ke KPK terkait dugaan penggelembungan anggaran dalam penggunaan private jet oleh KPU selama Januari–Februari 2024, bertepatan dengan masa Pemilu.
Dede menekankan pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap hukum. Ia menyebut, apabila KPK memanggil KPU untuk diperiksa, lembaga tersebut harus bersikap kooperatif.
“Karena anggaran yang digunakan bersumber dari negara, maka siapapun yang menggunakannya wajib tunduk pada pemeriksaan hukum. Kita serahkan pada proses pengadilan,” tegasnya.

Soal urgensi penggunaan private jet, Dede menilai hal itu hanya bisa dibenarkan dalam kondisi tertentu, misalnya untuk menjangkau daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang tidak dilayani maskapai komersial.
“Kalau untuk daerah yang tak bisa dijangkau maskapai umum dan butuh waktu cepat, itu bisa dimaklumi. Tapi kalau hanya untuk keperluan pertemuan, cukup dilakukan secara daring saja,” katanya.
Dede juga mempertanyakan penggunaan jet pribadi untuk destinasi seperti Bali atau Yogyakarta yang masih terjangkau dengan moda transportasi umum. Menurutnya, semua keputusan penggunaan transportasi dinas harus didasarkan pada kebutuhan mendesak dan kondisi di lapangan.
“Harus dilihat urgensinya. Kalau tidak ada alasan mendesak, tentu perlu dipertanyakan,” tutupnya.