Tuntutan digitalisasi sektor keuangan diperkuat oleh berbagai faktor pendorong pengembangan digital di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan perekonomian yang berpotensi besar untuk menyerap arus digitalisasi. Faktor pendorong tersebut tercermin dalam 3 (tiga) aspek utama yaitu peluang digital (digital opportunity), perilaku digital (digital behavior), dan transaksi digital (digital transaction). Peluang digital antara lain meliputi potensi demografis, potensi ekonomi dan keuangan digital, potensi penetrasi penggunaan internet, serta potensi peningkatan konsumen. Perilaku digital di antaranya meliputi kepemilikan gawai dan penggunaan aplikasi mobile (mobile apps). Transaksi digital meliputi transaksi perdagangan online(e-commerce), transaksi digital banking, dan transaksi uang elektronik.
Berdasarkan data yang di rilis oleh Kementerian Perekonomian, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang signifikan, ditandai dengan nilai ekonomi digital tahun 2022 yang mencapai angka USD 77 miliar atau tumbuh 22% (yoy) dan diproyeksikan akan meningkat hampir 2 kali lipat hingga USD 130 miliar pada tahun 2025. Untuk itu, Pemerintah dan stakeholder terkait dinilai perlu mendorong berbagai upaya dalam mengakselerasi potensi ekonomi digital tersebut melalui berbagai inovasi kebijakan
Setidaknya terdapat dua potensi dampak positif yang paling signifikan yang mungkin muncul akibat transformasi digital yang dilakukan oleh sektor jasa keuangan. Pertama, meluasnya aksesibilitas industri jasa keuangan. Kedua, meningkatkan daya saing sektor keuangan Indonesia. Baik perbankan maupun industri keuangan lainnya yang berbasis digital akan mampu meningkatkan kemudahan akses bagi masyarakat, serta meningkatkan efisiensi sehingga akan mendorong peningkatan aktivitas perekonomian.
Dengan adanya kemudahan akses terhadap produk dan layanan industri jasa keuangan tersebut, diharapkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat juga akan terus meningkat. Sebagaimana diketahui, angka inklusi keuangan nasional saat ini tercatat sebesar 85,10%, sedangkan angka literasi sebesar 49,68%. Untuk Provinsi Lampung, angka inklusi maupun literasi masih lebih rendah dari nasional, yakni sebesar 74,81% dan 41,30%.