Cerpen Part II
Penulis : Erwin
Naskah : Senyum Kecil
Minggu, 13 Oktober 2019, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
LAMPUNG7NEWS
Part I: ANTARA CINTA DAN SAHABAT ( I )
Pagi yang cerah, suasana di kota Bogor memang sangat sejuk, meskipun bising drum-drum jalanan menjadi irama.
“Hai cewek, sendirian nih?,“ sapa Rani ramah, saat keduanya berjumpa kala lari pagi,
“Ia nih ayo jogging bareng biar seru, hehe, biar rame gitu,“ ajak Tia kepada Rani.
“Hayo, lest goooo,”
“Eh-eh-eh, tunggu…, ntar ya, kok jadul loe ilang gitu, abis makan apa loe ha?,” Tahan Tia sambil menarik lengan Rani.
“Ich teteh mah te gaul, payah…”
“Oh, sekarang Rani sudah gaul ya, bagus deh, moga aja jadulnya ilang, hahahaha,“ ledek Tia.
“Huuu, demen banget ngejekin gue, puas ya teh, biar gue gak laku gitu, dasar….”
“Yeee, bukan gitu maksud gue Ran, ya deh maaf, hayo ah lari,“ sahut Tia seraya meminta maaf.
Keduanya pun melanjutkan jogging menelusuri jalanan beraspal. Siang yang begitu cerah, mentari pagi kian menampakan diri dan sinarnya mulai menyengat kulit. Dari kejauhan terlihat Ilmi sedang mengendarai sepeda motornya menuju rumah Rani, Nampak rapi, wajahnya yang ceria mengimbangi cerahnya alam di siang hari.
“Hari ini harus tau apa jawaban Rani, tentang perasaan gue ke dia,“ pikir Ilmi dalam hati.
Keramaian kota Bogor memang tidak diragukan lagi, di jalan sangat padat dengan ribuan kendaraan, wajar saja Bogor di sebut kota sejuta angkot, selain sebutan kota Hujan. Tidak hanya itu, Bogor terdapat sejumlah spot olah raga berskala Nasional bahkan Internasional, itu dibuktikan adanya Stadion Olah Raga Bola Kaki bernama Stadion Pakan Sari, Sirkuit Sentul arena balap motor. Pada tahun 1996 dan 1997 Indonesia terpilih sebagai penyelenggara MotoGp, dan pada tahun itu juga sejumlah Rider ternama MotoGP pernah mengaspal di Sirkuit Sentul, seperti Rider asal Australia Michael Doohan, menjadi Juara di kelas Utama 500 cc, Rider Tetsuya Harada menjadi Juara di kelas 250 cc, dan Masaki menjadi Juara di kelas 125 cc. pada tahun 1997 Rider asal Italia berjuluk The Doktor, Valentino Rossi menjadi Juara di kelas 125 cc, sementara Rider asal Jepang, Tadayuki Okada menjadi juara di kelas Utama 500 cc dan Rider Max Biaggi menjadi juara dikelas 250 cc. Selain memiliki sejumlah Spot Olahraga ternama, Bogor juga terdapat Istana Presiden dan beragam tempat wisata lainnya yang tidak kalah mendunia, seperti Puncak Bogor. Tidak heran jika Kota Bogor selalu menyajikan kemacetan.
“Ya, ampun ini macet harus berapa lama sih, tau mau ketemu calon kekasih malah kejebak macet, mau sampai jam berapa,“ kesal Ilmi di atas kendaraan saat terjebak macet.
Sesampainya Ilmi di rumah Rani, terlihat sayup-sayup dari gerbang rumah, Rani sedang asyik menikmati segelas jus orange dipinggir kolam renang.
“Pucuk di cinta ulam pun tiba, dia ada di rumah, cayooo, heemmmm,“ dalam hati Ilmi sambil menyibakan anak rambut yang menutupi keningnya.
“Hai Ran,”
“Eh Aa Ilmi, sini A, duduk sini,“ sahut Ran seraya mengajak.
“Tumben amat Aa Ilmi teh kesini, aya naon iye mah,“ batin Rani bertanya-tanya.
“Ran, loe ada acara nggak siang ini?,”
“Gak ada sih, emang kunaon kitu A,”
“Ikut yo, gue pingin ngajak loe makan siang, loe mau kan, mau dong,“ ajak Ilmi lembut.
“Cie ngerayu ni,”
“Apaan sih, siapa yang ngerayu,”
“Ah, modus nih,”
“Ih, siapa juga yang modusin loe, Ge’eR banget lah,”
“Gue gak mau ah, mending di imah wae atuh, gak cape,“ tolak Rani sembari melontarkan senyum.
“Eh, jangan dong, gue traktir kok, serius, pliss mau ya, ayo dong mau ya,“ renge Ilmi.
“Oke deh, bentar ya, gue ganti baju dulu,“ ucap Rani seraya meminta Ilmi untuk menunggunya.
“Alhamdulilah ya Allah, akhirnya gue bisa jalan bareng sama orang yang gue suka, semoga hari ini Rani jadi milik gue, Amin,“ rasa lega dalam hati Ilmi.
Perjalanan panjang, akhirnya sampai juga di tujuan, setelah mencari tempat duduk yang ideal, Ilmi dan Rani kemudian memesan menu kesukaan. Beberapa saat, menu yang dipesan pun telah terhidang dengan rapi yang disediakan oleh pelayan Resto. Usai santap siang keduanya menuju Taman Kota Kencana yang tidak jauh dari Komplek Istana Bogor (Istana Presiden), dengan keindahan Taman membuat suasana hati makin nyaman saat berada di Taman, serta pemandangan yang begitu menawan, juga terdapat keramaian pengunjung, bahkan banyak remaja yang terlihat mesra dengan pasangannya masing-masing.
“Ran, mungkin hari waktu yang tepat buat gue tau jawaban cinta gue ke elo, loe mau ya jadi pacar gue,“ kata Ilmi.
“Aa, ni kumaha sih, kan Aa sudah milik orang lain,”
“Maksudmu siapa Ran, si Tia gitu, gue dah lama kali Putus sama dia,“ ungkap Ilmi menjelaskan.
Kendati demikian penjelasan Ilmi tidak membuat Rani langsung percaya begitu saja, akan tetapi perasaan yang beda juga begitu kuat dihatinya, sebab kata cinta yang ditunggunya selama ini terdengar dengan jelas dari Ilmi, orang yang sangat ia cintai sejak masih duduk di bangku sekolah.
“Gue takut ini semua hanya PHP doang, kenapa coba tidak waktu kita di sekolah dulu loe ungkapin perasaan cinta loe ke gue A, kenapa baru sekarang ???,“ tanya Rani dalam hati, seraya teringat saat keduanya masih berseragam Putih Abu-abu.
Ntah apa yang terjadi pada alam Taman Kota Kencana, seakan waktu berhenti berputar, sebab keduanya terdiam seribu bahasa, bahkan keduanya terlamun. Ilmi yang menanti jawaban Rani hanya terdiam, sementara Rani seakan kembali dimasa-masa sekolah dulu.
“Ran, kok loe diem aja sih?, jawab dong jangan bikin gue penasaran, bisa lemes nih nungguin jawaban loe,”
“Aa, Rani teh cuman gak mau sakit hati, Rani cuman pingin cinta yang ada ini nyata dan bukan hanya gombalan doang,”
“Gue serius Ran, gue sayang banget sama elo, masa loe gak percaya sih, coba geh liat wajah gue, adakah kebohongan untuk cinta gue ke elo,”
“Ya, gue mah gak mau cinta ini hanya membuat gue sakit hati, secara Aa baru putus dari teh Tia,“ jawab Rani seakan respon menolak cinta Ilmi dengan halus.
“Bisa aja langsung gue terima cinta loe A, tapi gue takut ini hanya salah satu cara loe move on dari Tia, yaa, meskipun gue cinta sih tapi harus loe buktiin dulu baru gue terima,“ kata hati Rani sembari melontarkan senyum kearah Ilmi yang terus memandanginya dengan lekat.
“Oke, gue terima cinta loe A, tapi inget ya, gue gak mau loe sakitin hati gue seperti yang loe lakuin ke Tia, temen deket gue, dan loe harus berani ngomong kalau kita pacaran ke Tia, ketika kita bertemu dengan Tia,”
“Siap, cuman itu doang syaratnya, kalau itu mah lebih siap. Jadi mulai sore ini kita resmi jadian dong, asyiiik,“ kata Ilmi girang dikarenakan Rani menerima cintanya.
Akhirnya Rani tidak mampu menahan rasa cintanya, sehingga ia menerima cinta yang sudah terucap dari Ilmi. Keduanyapun berpelukan, bahagia terlihat dari kedua wajah remaja itu. Dengan diterima cintanya Ilmi, sontak Ilmi meminta para pengunjung mendengarkan teriakannya.
“Haii Guys gue punya pacar, doain kita jadi suami istri yang langgeng ya,“ ucap Ilmi sambil memegang tangan Rani dengan erat.
“Ya, semoga hubungan kalian berjalan dengan baik, hingga kakek dan nenek, bahkan sampai azal memisahkan kalian, Amin,“ sahut pengunjung taman, sambil bertepuk tangan.
Hampir 9 tahun Rani menunggu cintanya kepada Ilmi terwujud, kebahagian sangat terlihat sekali dari raut wajah cantik Rani, tampak senyum yang merona sangat menawan. Waktu terus berlalu 4 Bulan sudah berlalu sejak Ilmi menjalin cinta dengan Rani, namun tidak dengan Tia. Tia yang selama itu juga masih bertahan dengan kesendiriannya, bahkan ia pun tak mampu untuk melupakan Ilmi, pasalnya, hampir 9 Tahun menjalin asmara, baik manis dan pahitnya hubungan sudah dirasakan, hanya saja waktu berkata lain, kedua pasangan romantis tersebut harus putus di tangah jalan. Setiap saat Tia selalu berharap Ilmi kembali dengan segenap cintanya, dan mewujudkan mimpi serta cita-cita bersama, baik dalam keadaan suka maupun duka. Setelah berusaha melupakan Ilmi dengan beragam cara, namun tetap saja Tia gagal Move On. Tia yang terbuai dengan masa lalu, tiba-tiba ingat saat pertama kali ia mendengar Ilmi mengutarakan cintanya, tepat di Taman Kota Kencana, untuk melepaskan rindu pada Ilmi, Tia pun bergegas pergi menuju Taman Kencana. Alang kepalang, saat Tia duduk sendiri ia melihat Rani berjalan santai dengan seorang pria.
“Loh itu kan Rani, jalan sama siapa dia, kok mirip banget sama Kak Ilmi sih, ah gak mungkin, masa Rani sejahat itu sama gue,“ pikir Tia bertanya-tanya dalam hati, sambil melihat terus Rani dengan Ilmi berjalan hingga hilang dari sudut pandangnya.
“Hari ini gue seneng banget deh Ran, bisa jalan sama loe disini, makasih ya atas cinta loe ke gue selama ini,“ kata Ilmi tenang sambil bergandengan tangan.
“Semoga cinta ini menjadi yang terakhir ya Ran, seperti doa mereka waktu disini, dimana saat itu pertama kali loe nerima cinta gue,“ ungkap Ilmi seraya mengingat masa lalu saat-saat benih cinta terajut diantaranya.
“Iya A, semoga saja semua doa ini di ijabah oleh Allah,“ singkat Rani sambil mengayunkan langkah kaki.
Kemesraan Rani dan Ilmi pun terlihat jelas oleh Tia, yang selalu mengikuti mereka dari kejauhan.
“Pantesan aja loe gak pernah main kerumah gue lagi Ran, ternyata ini to,“ pikir Tia sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Tak ingin larut dalam kenyataan pahit, Tia pun meninggalkan Taman. Tia pergi yang membawa segunung kesedihan dalam hatinya, seakan tak mampu berpikir baik, akhirnya ia pulang. Satu Bulan kemudian, tidak disangka Tia terkejut dengan kehadiran Rani dikamarnya, saat Tia sedang asyik memandangi sederet poto kenangannya bersama Ilmi, sambil mengusap poto dengan jari, tidak terasa buliran air di telaga tak mampu di bendung oleh pelupuk mata yang pada akhirnya meleleh dan mengalir membelah pipi. Rani yang menyaksikan kenyataan temannya itu juga merasa sangat bersalah kepadanya, bahkan ia sendiri pun tak kuasa menahan buliran air matanya keluar, sesekali ia menyeka air matanya dengan telapak tangan.
“Teh Tia, maafin Rani ya,”
“Eh elo Ran, sejak kapan loe disini,“ sahut Tia sembari bergegas mengelap air matanya dengan ujung kerudung.
“Sini duduk sini,“ ajak Tia.
Kemudian Rani pun memeluk Tia dengan erat. Tidak beberapa lama pelukan terlepas perlahan.
“Rani, loe kenapa kok sok mellow gini, bukannya loe,“ kata Tia tidak meneruskan perkataanya. Padahal ia ingin sekali mengungkapkan kekecewaanya, sebab diam-diam Rani telah menghianati persahabatannya.
“Gue tau loe kesini pasti mau ngomongin tentang hubungan loe dengan kak Ilmi, gue tau kok Ran, loe tenang aja, gue gak bakal marah kok,“ pikir Tia dalam hati.
“Gak apa-apa teh, cuman gak mau liat seorang Tia sedih, loe kan sahabat gue dari kecil,“ kata Rani menimpali.
“Terus kenapa kalau gue sedih Ran, harusnya loe bahagia dah ngambil separuh hati gue, tenang Ran, loe tetap temen gue, gue ama kak Ilmi dah lama putus,”
“Bukan gitu teh,”
“Gak apa-apa Ran, gue tau semua kok tentang kalian,”
“Ia teh, maafin gue ya, gak seharusnya gue hianati persahabatan kita,”
“Ia Ran, ya meskipun gue masih sayang sama dia, tapi dia kan lebih memilih elo jadi pacarnya, dan jujur gue gak bisa move on dari Ilmi, tapi tenang aja, gue seneng loe dah mau jujur sama gue,“ kata Tia berusaha tegar mendengar kejujuran Rani.
Kebisuan terjadi diantara keduanya.
“Ini gak bisa diterusin, gue harus ngomong sama A Ilmi soal Tia, sebab mereka hanya salah paham, gue harus cari cara buat nyatuin mereka lagi, gue gak mau jadi halangan cinta mereka. Kalian adalah sahabat baik yang gue miliki didunia ini,“ pikir Rani dalam hati, seraya ingin menyatukan cinta Ilmi dan Tia, meskipun Rani sangat mencintai Ilmi, namun persahabatan lebih penting dari pada cinta.
“A, Ilmi ada acara nggak nanti malem,“ tanya Rani melalui sambungan telpon genggamnya.
“Nggak ada, emang kenapa Ran,“ jawab Ilmi ingin tahu.
“Ntar malem ketemuan di taman tempat biasa kita ketemu, jangan telat, kalau telat gue marah banget pokoknya,”
“Ya deh, iya siap, gue gak telat,“ ujar Ilmi berjanji.
Ya, benar saja, Rani berniat mengembalikan keadaan cinta Ilmi dan Tia akibat salah paham dan mengakibatkan keduanya putus tanpa sebab. Malam itu Rani bergegas menemui Tia dirumahnya.
“Semudah itu kah kamu ngelupain aku kak, apakah kamu tidak sedikit pun ingat hubungan kita yang selama ini terjalin,“ hati Tia bertanya-tanya.
Disatu sisi hal yang sama pun dirasakan oleh Ilmi, hampir setiap saat Ilmi selalu ingat dengan Tia. Nampaknya wajah Tia telah terpatri dengan rapi di benak Ilmi.
“Kenapa tiba-tiba Rani ngajak ketemuan malem ini di taman, padahal tadi siang dah jalan bareng, kok masih pingin ketemuan lagi,“ hati Ilmi bertanya-tanya.
Setibanya di rumah Tia, Rani langsung berteriak tanpa salam masuk ke dalam rumah.
“Teh Tia……!!!, Teh Tia, Teh Tia… !!!,“ panggil Rani dengan keras. Ia tidak menyadari bahwa di ruang tamu duduk seoarang wanita paruh baya yang tak lain adalah Marisa, ibunda Tia.
“Allahukabar, ni anak kenapa ya teriak-teriak macam dikejar hewan buas,“ ucap Mama Tia kepada Rani.
“Eh, ada nyak, maaf nyak, gak tau kalau nyak duduk disini,“ kata Rani sambil mengecilkan suaranya dan meminta maaf.
“Teh Rani di mana nyak?,“ tanya Rani ingin tahu.
“Ada dikamarnya tadi,“ singkat Marisa.
Kemudian Rani pun bergegas menuju kamar Tia. Setibanya Rani di kamar, tidak menunggu lama, Rani pun mengajak Tia pergi, tanpa harus mendengarkan Tia mau apa tidak di ajak keluar rumah oleh Rani.
“Hayo Teh, keluar ke taman,“ ajak Rani, sementara Tia tanpa bisa menolak ajakan Rani, Tia pun langsung beranjak dari duduknya.
erjalanan malam itu sangat mendebarkan hati Rani, yang mana Rani harus merelakan cintanya terkubur dalam-dalam di sudut hati. Setibanya mereka di tempat yang sudah dijanjikan, Rani langsung memesan minuman dingin kesukaan meraka. Tidak menunggu lama mereka duduk dan menikmati indahnya pemandangan yang disertai kemilau lampu taman.
“Ngapain coba kita disini non yang cantik, mau bikin gue galau lagi,”
“Sssth, tunggu bentar, nyerocos aja, nikamti aja malam ini dengan santai, riweh banget hidup loe teh,”
“Atuh ngapain coba, duduk dan minum jus di sini, liat orang pacaran, bikin merinding tau gak loe Ran,“ cetus Tia.
Untuk beberapa saat Tia pokus melihat sosok lelaki yang berjalan di bawah lampu dan semakin mendekat, alang bukan kepalang, setelah sekian lama tidak melihat dan bertemu dengan Ilmi, ingin rasanya mendekap tubuh Ilmi, namun Tia tak kuasa. Bhatin Tia seakan teriris oleh tajamnya sembilu, kala Ilmi dengan nyata dihadapannya. Senyum Ilmi yang tidak berubah membuat Tia semakin kacau, terang saja Ilmi adalah sosok yang sangat ia cintai dan sayangi. Sejak putus keduanya belum sekali pun bertemu.
“Hai Tia, apa kabarmu,“ sapa Ilmi ramah.
Tia pun hanya terdiam tidak mampu berucap.
“Eh di tanya malah bengong,“ ujar Ilmi.
Tidak disadari Rani yang sedari tadi memperhatikan Tia.
“Ayo dong Tia, loe harus fress jangan bengong sambut ucapan Ilmi, ini moment kalian. Kalian harus menyatu lagi,“ kata hati Rani.
Mendengar suara Ilmi yang begitu datar membuat hati Tia semakin tersayat sehingga ia pun tak kuasa menahan air matanya, tertunduk dan tersedu sambil menahan tangis, namun usaha Tia gagal, air mata yang terus mengalir membuat bhatinnya semakin meronta.
“Teh, kalau mau nangis jangan di tahan, lepaskan aja, biar lega,“ tukas Rani sambil memeluk Tia dengan lembut.
Sementara Ilmi hanya bisa terdiam dan memandangi wajah Rani dan Tia. Disaat yang sama hati Ilmi pun tidak mampu membohongi persaannya, bahwa dia juga masih mencintai Tia.
“Loe gak tau Ran, rasanya penuh banget nih di dada, gak tau harus gimana,”
“Iya, gue paham kok,“ singkat Rani sembari mengelus pundak Tia.
“Kenapa kisah cinta gue begini amat ya, kenapa coba harus gue yang alami ini semua, orang yang paling gue cinta harus jalan sama sahabat gue sendiri, salah gue apa tuhan,“ kemelut bhatin Tia.
Tidak menunggu lama, Rani pun mengapai tangan Ilmi dan disatukan dengan tangan Tia. Dengan perasaan yang campur aduk Tia memandangi wajah sahabatnya itu dengan lekat-lekat yang berhiaskan buliran air mata.
“Ini maksudnya apa Ran,“ tanya Tia lirih dan tersendat-sendat.
“Gue salah teh, gue tau loe masih sayang banget sama A Ilmi, dan A Ilmi juga masih sayang banget sama elo, dan gue sebagai sahabat loe, gak mau persahabat ini retak hanya karena mencintai pria yang sama, gue harap kalian balik lagi seperti yang dulu, menjadi pasangan yang hakiki,“ kata Rani mencairkan suasana.
Mendengar perkataan Rani, Tia pun langsung melepaskan tangan Ilmi dan memeluk erat Rani.
Seraya berkata, “Makasih ya Ran, elo emang sahabat gue yang terbaik,“ kata Tia sembari memberikan senyum.
Sementara Ilmi hanya mampu berdiam seribu bahasa. “Udah, sekarang gue mau kalian balik kaya dulu lagi, dan elo A, jangan pernah loe sakitin perasaan teh Tia lagi,“ kata Rani lirih, seraya mempertegas.
Kendati Rani sangat mencintai Ilmi, namun baginya persahabatan lebih penting. Perlahan Rani melepaskan erat tangan Tia dan beranjak pergi meninggalkan keduanya. Saat berada jauh dari mereka, musim banjir melanda kota yang cantik di wajah Rani, sambil terisak Rani berlalu pergi meninggalkan Taman dengan membawa setumpuk bongkahan kesedihan.
“Semoga kalian bahagia,“ ujar Rani dalam hati sesaat keluar gerbang taman kota.
“Tia, maafin kakak ya, selama ini kakak sudah salah,”
“Gak perlu dimaafin,”
“Kakak janji, gak akan membuatmu kecewa, dan kita akan mewujudkan mimpi kita dulu, yang pernah kita ucapkan di Gunung Pantjer, yang disaksikan barisan Pohon Pinus yang mendulang langit,“ ujar Ilmi meyakinkan dan menggenggam erat tangan Tia.
Sementara Tia hanya mampu terdiam, sebab suara Tia juga serak dampak isak tangis yang tidak mampu ia tahan. Tak tahan menahan kerinduan yang begitu menumpuk, Tia memeluk erat Ilmi, seraya berkata, jangan pernah meninggalkannya meskipun hanya sedetik saja.
“Aku kangen kamu kak, jangan tinggalin aku lagi ya, sebab aku sayang banget sama kamu kak,“ kata Tia terbata-bata dan lirih.
“Iya, aku janji, gak bakalan ninggalin kamu lagi, ya udah sekarang mending kita makan malem, ngerayain hubungan kita,“ ajak Ilmi, sementara Tia hanya mengaggukan kepala tanda mengiyakan ajakan Ilmi.
Hubungan asmara Tia dan Ilmi pun berjalan dengan baik. Setelah menyatukan Tia dan Ilmi, Rani meninggalkan Kota Bogor dan memilih tinggal bersama Neneknya di Bandung. Belum genap setahun Rani sudah bisa move on dari Ilmi dan mendapatkan penggantinya, yang kemudian buah cinta mereka berlanjut sampai dikursi pelaminan. Hal yang sama terjadi antara Tia dan Ilmi, mereka akan melangsungkan pernikahan. Genap setahun Rani meninggalkan Kota Bogor dan ia berniat tinggal di Bogor bersama orang tuanya, dan kemudian ia akan berkunjung kerumah Tia yang merupakan sahabat karibnya sejak kecil. Kota Hujan, demikian sebutan akrab Kota Bogor, setibanya di rumah Tia, Rani dan Suaminya bengong melihat indahnya rajutan tenda yang berhiaskan Janur Kuning serta berhiaskan bunga-bunga yang indah, bahkan tamu undangan yang ramai menjadikan pertanyaan sendiri dalam hati Rani, tidak menunggu lama ia pun bergegas masuk ke dalam area tenda.
“Hayo sayang kita masuk,“ ajak Rani kepada Rangga yang tak lain adalah suaminya.
Rangga pun berjalan menggandeng Rani dengan mesra. Ketika Rani melihat Tia bersanding dengan Ilmi di kursi Pelaminan membuatnya terharu dan bahagia.
“Kak liat geh itu ada Rani sama cowok,“ kata Tia pada Ilmi.
“Mana?,”
“Itu,“ tunjuk Tia kearah Rani, dengan lambaian tangan bersarung Tia seraya meminta Rani mendekat.
Ketika Rani melihat lambaian tangan Tia, Rani dan Rangga pun menghampirinya.
“Selamat ya teh Tia dan A Ilmi, akhirnya kalian resmi jadi Suami Istri, dan semoga kalian menjadi pasangan suami istri yang Sakinah Mawaddah Warahman, Amin,“ sapa Rani sembari mengulurkan jabatan tangan.
Namun jabatan tangan Rani diabaikan begitu saja oleh Tia, akan tetapi berbalas dengan Pelukan hangat. Setelah berpelukan, Rani mengenalkan Rangga kepada Tia dan Ilmi.
“Oh ya teh, kenalin ini suami gue, Rangga namanya,” Rangga pun mengulurkan tangan untuk berjabatan.
Kebahagian menyelimuti mereka. Dengan beragam pelik suka dan duka bertahun-tahun hubungan asmara Tia dan Ilmi, akhirnya mereka disatukan dengan jalinan tali pernikahan, dan berdayung bersama dalam mengarungi biduk bahtera rumah tangga. ||
SENYUM KECIL ~ CERITA INI DI AMBIL DARI SEBAGIAN KECIL KISAH CINTA ILMI DAN TIA, SELEBIHNYA HANYA KARANGAN DAN FIKTIF BELAKA, MOHON MAAF APA BILA TERDAPAT KESAMAAN NAMA DAN TEMPAT KAJADIAAN SEMUA ITU HANYA KEBETULAN SAJA.
Terima kasih kepada Tia dan Ilmi yang telah bersedia kisah cintanya di buat artikel cerpen, semoga hubungan cinta kalian diberikan kelancaran, langgeng, menjadi pasangan suami istri yang Sakinah Mawaddah Warahmah, Amiin ya Rabal’alamin.
—– SEKIAN —–