Pilkada Serentak merupakan sebuah langkah maju dalam upaya mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih demokratis, efektif, dan akuntabel. Meskipun masih terdapat beberapa tantangan, namun dengan komitmen dan upaya bersama, Pilkada Serentak dapat menjadi instrumen yang efektif dalam memperkuat demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, melalui Pemilu serentak juga menjadi momentum penting untuk menempatkan kembali nilai-nilai dasar Pancasila sebagai akar budaya demokrasi di Indonesia unntuk membangun dan memperkuat sistem politik dan ketatanegaraan yang lebih demokratis berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini mengingat nilai-nilai dasar “demokrasi Pancasila” adalah model demokrasi yang esensinya tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Penguatan terhadap nilai-nilai demokrasi Pancasila merupakan prerequisite dalam penguatan sistem pemerintahan daerah. Pengabaian terhadap nilai-nilai demokrasi Pancasil yang bersifat piece-meal tidak akan pernah memecahkan persoalan Pemilu di Indonesia secara komprehensif dari waktu ke waktu. Perbaikan pada sistem Pemilu nasional dan mengabaikan sistem pemilu lokal tidak akan pernah efektif menuntaskan problem dan prospek pemilu serentak di Indonesia.
Terdapat 2 aspek penguatan otonomi daerah dalam pilkada yakni:
Pertama, Penerapan sistem pemilihan serentak baik tahapan pemilihan Pilkada maupun pemilihan legislatif dan pemilihan presiden mulai tahun menyediakan momentum dan baik untuk dijadikan alasan untuk melakukan konsolidasi kebijakan sistem pemilu Indonesia di masa depan. Konsolisasi kebijakan itu perlu diarahkan untuk maksud konsolidasi ke sistem demokrasi Pancasila yang lebih efisien dan efektif dalam menciptakan sistem pemerintahan yang kuat, efektif, tetapi akuntabel dan berintegritas.
Kedua, konsolidasi sistem pemilihan umum itu akan turut mempengaruhi sistem demokrasi Indonesia yang lebih sehat dan kredibel di masa depan, yang tidak hanya bertumpu pada prinsip-prinsip demokrasi dan ‘rule of law’, tetapi juga berintegritas karena disadarkan atas prinsip-prinsip ‘rule of ethics’ yang efektif dan standar-standar ‘rule of electoral ethics’. Oleh karena itu, integritas pemilu menuntut kesadaran semua pihak untuk tunduk kepada prinsip hukum dan etika secara sekaligus. Sudah tentu, untuk memulainya, kita harus mendahulukan integritas penyelenggara pemilu. Karena itulah kita membangun sistem integritas penyelenggara pemilu dengan mendirikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berfungsi sebagai lembaga peradilan etika yang pertama dalam sejarah modern. Harapan kita, hendaknya pemilu-pemilu di Indonesia di masa mendatang akan berkembang semakin baik dari waktu ke waktu, bukan saja menurut ukuran ‘rule of electoral law, tetapi juga menurut standar-standar ‘rule of electoral ethics’, sehingga tercipta penguatan legitimasi rangkat sebagai corong otonomi daerah melalui pilkada. Semoga!.