BANDAR LAMPUNG — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung mendesak Komisi II DPR RI dan Kementerian ATR/BPN untuk tidak berhenti pada pengukuran ulang lahan PT Sugar Group Companies (SGC), melainkan memperluas langkah tersebut ke seluruh perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) besar di Provinsi Lampung.
Desakan ini disampaikan menyusul keputusan Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 15–16 Juli 2025 yang menginstruksikan pengukuran ulang lahan HGU milik SGC. Langkah itu diambil lantaran ditemukannya ketimpangan data luasan lahan, yang bervariasi antara 75.600 hingga 141.000 hektare dari berbagai lembaga negara.
Ketua Umum HMI Cabang Bandar Lampung, Tohir Bahnan, menegaskan bahwa konflik agraria di Lampung bukan hanya melibatkan SGC, melainkan juga perusahaan besar lain seperti PT Bumi Waras, PT BNIL, PT AKG, PTPN I Regional 7, hingga grup raksasa seperti Sinarmas, Gajah Tunggal, Wilmar, dan Great Giant Pineapple (GGP).
“Langkah pengukuran ulang terhadap SGC jangan hanya menjadi simbol politik atau respons sesaat terhadap tekanan publik. Restrukturisasi tata kelola agraria harus menyeluruh,” tegas Tohir.
Konflik Lahan Meluas
HMI mencatat, banyak perusahaan lain yang belum tersentuh audit dan pengukuran, padahal memiliki jejak konflik lahan yang kompleks. Misalnya:
-
PTPN I Regional 7 Unit Way Berulu: Terdapat selisih penguasaan lahan 178 hektare antara data HGU dan hasil verifikasi.
-
PT Bumi Madu Mandiri (BMM) di Way Kanan: Diduga menguasai lebih dari 4.600 hektare lahan eks-PTPN tanpa kejelasan hukum.
-
Kawasan Register 42, 44, dan 46: Terjadi konflik berkepanjangan dengan masyarakat adat akibat ketidakjelasan batas wilayah dan status hukum.
Beberapa kawasan Register seperti Register 42 di Way Kanan yang dikelola PT Inhutani V dan mitranya PT Paramitra Mulia Langgeng, serta Register 44 dan 46 yang terlibat dengan PT Budi Lampung Sejahtera dan PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI), turut menjadi perhatian.
Tuntutan Transparansi dan Audit Total
HMI menilai sistem pertanahan nasional masih menyimpan celah penyimpangan struktural yang berpotensi merugikan rakyat kecil. Oleh sebab itu, mereka menuntut:
-
Pengukuran ulang seluruh lahan HGU korporasi besar secara adil dan merata.
-
Keterbukaan data HGU: pemegang hak, batas wilayah, masa berlaku, dan kontribusi ekonomi.
-
Audit sosial dan lingkungan terhadap korporasi yang memiliki konflik dengan masyarakat.
-
Peran aktif pemerintah daerah dalam mendukung penataan agraria yang adil.
Komitmen HMI Kawal Isu Agraria
HMI menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu agraria bersama masyarakat adat, organisasi petani, dan kelompok sipil lainnya melalui peta advokasi partisipatif.
“Keadilan agraria bukan sekadar persoalan angka, tapi soal hidup dan ruang rakyat. Jangan hanya ukur yang ramai, lalu diam pada yang sunyi. Negara harus berdiri di tengah, bukan di bawah bayang-bayang korporasi,” pungkas Tohir Bahnan.