Muhammad Yani Terpilih Pimpin Apdesi Lampung Selatan Periode 2025-2030 Secara Aklamasi

Lampung Selatan – Muhammad Yani, Kepala Desa Way Huwi, resmi terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Lampung Selatan untuk periode 2025-2030. Pemilihan tersebut berlangsung secara aklamasi dalam rapat yang dihadiri oleh 15 Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) Apdesi dari 17 kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan.

Ketua Apdesi Provinsi Lampung, M. Hijrah Syah Putra, memberikan apresiasi kepada seluruh peserta dan panitia yang telah bekerja keras selama satu bulan untuk menyukseskan acara pemilihan ini. “Terima kasih kepada semua yang hadir, serta tim formatur yang telah menyiapkan acara dengan baik. Pemilihan berjalan lancar tanpa hambatan karena hanya ada satu calon, sehingga diputuskan secara aklamasi. Selamat kepada Ketua Apdesi Lampung Selatan yang baru,” ujarnya pada Senin (3/2/2025).

Sekretaris DPD Apdesi Provinsi Lampung, Umum Firli Zanni, juga mengingatkan agar kepengurusan tingkat kecamatan segera disusun dalam waktu 30 hari kerja untuk mempersiapkan pelantikan yang akan datang.

Sementara itu, Muhammad Yani mengungkapkan rasa terima kasihnya atas kepercayaan yang diberikan untuk memimpin Apdesi Lampung Selatan. “Saya berkomitmen untuk membesarkan organisasi ini bersama-sama. Fokus kita sekarang adalah menyelesaikan pemberkasan struktur kepengurusan sebelum melangkah ke program kerja,” tegasnya.

Dengan terpilihnya Muhammad Yani, diharapkan Apdesi Lampung Selatan semakin solid dan mampu membawa perubahan positif bagi pemerintahan desa di seluruh Kabupaten Lampung Selatan.

Ketua LMPI Lampung Alisa Hendra Soroti Konflik Lahan di Desa Way Huwi: Negara Diminta Hadir untuk Rakyat, Tidak Ada Institusi yang Pihakkan

LAMPUNG SELATAN – Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Markas Daerah Provinsi Lampung, Alisa Hendra, bersama Ketua LMPI Marcab Lampung Selatan Hairul A Nasution, Ketua LMPI Marcab Tanggamus Iskandar Haris, serta jajaran pengurus LMPI Provinsi Lampung, mengadakan pertemuan untuk membahas persoalan terkait fasilitas umum, termasuk lapangan dan tanah makam di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan. Masalah ini timbul setelah klaim dari PT. Budi Tata Semesta (BTS), anak perusahaan CV Bumi Waras (BW), yang mengaku memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diterbitkan oleh BPN pada 1996. Pada Februari 2024, PT BTS menutup lapangan tersebut dengan pagar beton, meskipun lahan itu sudah digunakan sebagai fasilitas umum sejak 1968.

Desa Way Huwi Minta Negara Hadir

Warga dan pemerintah desa Way Huwi telah melaporkan masalah ini ke sejumlah lembaga negara, termasuk DPR RI, DPD RI, Satgas Mafia Tanah, KemenATR/BPN, Kemenkopolhukam, Ombudsman, Kapolri, Kejagung RI, hingga Wakil Presiden RI, dengan harapan agar negara dapat hadir dan menyelesaikan masalah tersebut. Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menyebutkan bahwa respons dari Wakil Presiden dan beberapa lembaga negara menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah ini. Selain itu, dukungan juga datang dari sejumlah organisasi masyarakat, termasuk Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI).

Arogansi dan Ketidakadilan Terhadap Fasilitas Umum

Alisa Hendra menegaskan bahwa pemagaran lapangan umum yang telah digunakan lebih dari 56 tahun oleh warga desa merupakan tindakan arogan dan kesewenang-wenangan. Ia meminta agar negara hadir untuk melindungi kepentingan rakyat dan memastikan keadilan sosial. “Lapangan ini telah digunakan sejak 1968, jauh sebelum SHGB PT BTS diterbitkan pada 1996. Kami berharap negara memeriksa lebih lanjut bagaimana proses penerbitan SHGB ini, serta mempertanyakan tujuan dan prosedur yang melatarbelakanginya,” kata Hendra.

Tantangan terhadap Praktik Mafia Tanah

Hendra juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan mafia tanah yang beroperasi di wilayah tersebut, dan meminta agar Kejaksaan Tinggi Lampung dapat menindaklanjuti dengan mengungkap praktik KKN yang mungkin terlibat. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh oknum-oknum yang berusaha menguasai tanah rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Harapan kepada Presiden Prabowo

LMPI berharap agar Presiden Prabowo memerintahkan instansi terkait untuk menyelidiki lebih dalam mengenai SHGB PT BTS dan tanah lainnya di Desa Way Huwi. Alisa Hendra menegaskan bahwa prinsip pengelolaan tanah di Indonesia harus mengutamakan keadilan sosial sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, LMPI berencana membawa permasalahan ini ke DPR RI dan Presiden Prabowo, dengan harapan agar SHGB yang diklaim oleh PT BTS dibatalkan.

Dengan harapan agar hak rakyat dilindungi dan keadilan ditegakkan, LMPI siap mendukung perjuangan warga Desa Way Huwi untuk mempertahankan fasilitas umum yang selama ini mereka gunakan.

RDP DPRD Lamsel Dengan Warga Desa Way Huwi: Anggota Komisi I Sebut Kejaksaan Biar Sekalian Geledah

Lampung Selatan — Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) masih berlanjut. Hal ini terlihat saat warga setempat, bersama tokoh adat dan pemerintah desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan pada Selasa (14/1/2025).

Kehadiran mereka untuk memperjuangkan keberadaan lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama digunakan sebagai fasilitas umum oleh masyarakat desa Way Huwi.

Masalah ini bermula dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dinilai mengabaikan aset yang selama ini digunakan oleh masyarakat.

Salah satu anggota Komisi I DPRD Lampung Selatan, Dwi Riyanto dari fraksi partai Gerindra pada Rapat Dengar Pendapat itu mengatakan bahwa, peta lokasi pada HGB PT BTS awalnya masih masuk Tanjung Bintang, termasuk HGB yang dikeluarkan oleh BPN.

Menurut Dwi Riyanto pihaknya (DPRD) pada RDP itu hanya mempertemukan atau menjembatani para pihak yang berkepentingan, “Dan kami juga bukan eksekutor yang bisa memutuskan permasalahan ini,” paparnya.

Semua para pihak tambah dia, harus duduk bersama disini, namun disayangkan ,BPN tidak hadir, harusnya BPN hadir dan juga termasuk PT BTS supaya bisa duduk bersama menyelesaikan masalah ini, kenapa bisa seperti ini.

Ia pun mengapresiasi perjuangan masyarakat Way Huwi yang dinilai sudah luar biasa, bahkan sudah laporkan ke Wapres, DPD RI dan DPR RI.

Bahkan Dwi Riyanto sempat menyebutkan bahwa saat ini pihak kejaksaan sedang bongkar-bongkar mafia hukum.

“Ini juga di Lampung kan lagi ada penggeledahan di BPN oleh Kejaksaan ya, memang lagi ada bongkar bongkar urusan mafia tanah gitu ya. Untuk desa Way Huwi ya sudahlah sekalian (geledah) biar bisa diungkap , kenapa permasalahan bisa seperti ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menjelaskan bahwa lahan tersebut sudah menjadi milik desa sejak tahun 1968, termasuk tanah pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat setempat. Ia juga menyebutkan adanya kesalahan dan dugaan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT BTS.

“Kami meminta agar HGB yang diberikan kepada perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata M. Yani.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi di Desa Way Huwi, tetapi juga di beberapa daerah lain di Lampung.

“Ada oknum mafia tanah yang terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan masyarakat dan negara,” tegasnya.

Kades Way Huwi juga mendesak Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Satgas Mafia Tanah untuk segera menindaklanjuti masalah ini sesuai dengan visi misi Pemerintah yang ingin memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.

Muhammad Yani mengungkapkan bahwa, menurut peta situasi rencana pemberian SHGB pada tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi pada tanggal 3 mei 1996 lapangan sepak bola dan pemakaman tersebut sudah dikeluarkan bersamaan dengan kantor TVRI oleh BPN Lampung Selatan aneh nya pada tanggal 28 Agustus 1996 tanah lapangan olah raga masuk didalam peta SHGB PT. BTS. Lapangn sepak bola dan tanah kuburan telah gunakan jauh sebelum PT. BTS hadir. Masyarakat juga menduga adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan pihak-pihak tertentu.

“Proyek real estate yang diajukan oleh PT. BTS tidak pernah terealisasi sudah 29 tahun, namun sekarang tanah yang kami gunakan untuk fasilitas umum malah diklaim,” jelas Muhammad Yani.

Mantan Kapolda Lampung sekaligus Tokoh adat Lampung dan Tokoh Masyarakat, Irjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., yang turut hadir juga menjelaskan sejarah tanah tersebut. Ia menyebutkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat Kedamaian yang dihuni sejak 1939 oleh masyarakat transmigran dari Pulau Jawa.

Pada tahun 1970-an, Sekdes bersama Kepala Desa mengajukan tanah tersebut untuk digunakan sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman, yang disetujui pemerintah tanpa ada masalah.

“Kenapa pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut? Yang lebih aneh, peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” kata Ike Edwin.

Ia juga menambahkan bahwa pada tahun yang sama, izin HGB diterbitkan sebanyak tiga kali untuk area seluas 350 hektare, yang semakin menimbulkan pertanyaan besar bagi masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono yang di dampingi Wakil Ketua Komisi I, Jenggis Khan Haikal dan beberapa Anggota dari Komisi I, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan warga. Ia menyoroti perlunya kejelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin HGB tersebut.

“Kami akan memanggil BPN dan pihak PT. BTS untuk mencari solusi. Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? Pihak BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” tegas Agus.

Agus Sartono optimis bahwa perjuangan masyarakat ini akan berakhir dengan solusi yang baik, agar fasilitas umum yang telah lama digunakan oleh warga dapat tetap dipertahankan.

Sementara itu, salah satu anggota Komisi I Dwi Riyanto dari fraksi partai Gerindra mengatakan bahwa, peta lokasi pada HGB PT BTS awalnya masih masuk Tanjung Bintang, termasuk HGB yang dikeluarkan oleh BPN.

Rapat Dengar Pendapat itu, menurut Dwi Riyanto pihaknya (DPRD) hanya mempertemukan para pihak yang berkepentingan, “Dan kami juga bukan eksekutor yang bisa memutuskan permasalahan ini” paparnya.

Namun disayangkan ,BPN tidak hadir, harusnya BPN hadir dan juga termasuk PT BTS supaya bisa duduk bersama menyelesaikan masalah ini, kenapa bisa seperti ini.

Ia pun mengapresiasi perjuangan masyarakat Way Huwi yang dinilai sudah luar biasa, bahkan sudah laporkan ke Wapres, DPD RI dan DPR RI.

“Ini juga di Lampung kan lagi ada penggeledahan di BPN oleh Kejaksaan ya, memang lagi ada bongkar bongkar urusan mafia tanah gitu ya. Untuk desa Way Huwi ya sudahlah sekalian (geledah) biar bisa diungkap , kenapa permasalahan bisa seperti ini,” ujarnya. (*)

Ratusan Warga Desa Way Huwi, Jati Agung Mendatangi Sekretariat Ormas LMPI

LAMPUNG – Ratusan warga Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, mendatangi Sekretariat Ormas Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) di Jalan Jalur Dua, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung. Kedatangan mereka pada Kamis, 8 Januari 2025, sekitar pukul 10.30 WIB, bertujuan untuk meminta bantuan kepada LMPI dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan lapangan olahraga dan tanah pemakaman umum di desa mereka, yang kini diklaim oleh PT. BTS, anak perusahaan PT. BW.

Masyarakat Desa Way Huwi berharap agar peta wilayah yang dikeluarkan oleh PT. BTS dan PT. BW segera dikaji ulang. Mereka merasa bahwa proses tersebut terlalu sepihak, karena pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Aparat Penegak Hukum (APH) hanya mendengarkan keterangan dari pihak PT. BTS tanpa mempertimbangkan klarifikasi dan bukti yang diajukan oleh masyarakat, termasuk keterangan dari saksi-saksi dan tokoh masyarakat setempat.

Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) MARCAB Lampung Selatan, yang turut mendampingi kuasa hukum, mendapatkan dukungan penuh dari LMPI MADA Provinsi Lampung untuk membantu masyarakat Desa Way Huwi dalam memperjuangkan hak mereka. Mereka berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan melawan mafia tanah di Kabupaten Lampung Selatan.

Masyarakat Desa Way Huwi menegaskan bahwa tanah pemakaman umum dan lapangan olahraga adalah aset desa yang sangat penting bagi mereka. Lapangan olahraga tersebut telah lama digunakan oleh warga untuk berbagai kegiatan dan merupakan tempat bagi generasi muda untuk berprestasi. Menurut mereka, tanah ini tidak boleh diambil oleh pihak mana pun demi kepentingan pribadi.

Tukijo, mantan Sekretaris Desa Way Huwi yang menjabat pada tahun 1967, menyatakan kekecewaannya. Ia menjelaskan bahwa lapangan dan pemakaman umum sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan telah ditata untuk kepentingan masyarakat setempat. “Saya sangat kecewa dengan pemerintahan modern ini, karena dahulu tidak ada gejolak, tapi mengapa sekarang diakui sebagai milik PT. BTS?” ujarnya dengan sedih.

Sakimin, salah satu warga setempat, juga menambahkan bahwa lapangan dan pemakaman umum Desa Way Huwi tidak pernah termasuk dalam lokasi PT. BTS berdasarkan peta asli dari tahun 1966. “Kenapa tanah ini sekarang diklaim milik PT. BTS pada 2024? Ini seperti merampas kemerdekaan kami sebagai warga Indonesia,” tegasnya.

Saryanto, Ketua Pemuda Desa Way Huwi, juga menyatakan kekesalannya. Ia menjelaskan bahwa lapangan tersebut sangat penting bagi para pemuda di desa mereka, yang telah menghasilkan pemain sepak bola berbakat yang bahkan telah bermain di liga profesional. “Jika lapangan ini hilang, para pemuda akan kehilangan tempat untuk beraktivitas dan kemungkinan akan terjerumus ke hal-hal negatif,” kata Saryanto.

Masyarakat Desa Way Huwi berharap agar Ormas LMPI Lampung dan MARCAB Lampung Selatan dapat membantu mereka dalam memperjuangkan hak atas tanah lapangan dan pemakaman umum yang selama ini menjadi aset desa. Mereka juga meminta pemerintah agar tidak hanya mendengarkan keterangan dari PT. BTS, tetapi juga mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh masyarakat.

Hairul A. Nasution, Ketua MARCAB LMPI Lampung Selatan, dengan tegas menyatakan bahwa LMPI siap membantu masyarakat Desa Way Huwi untuk merebut kembali tanah lapangan dan pemakaman umum yang diklaim oleh PT. BTS. “Insha Allah, kami akan memperjuangkan tanah ini untuk kembali menjadi milik Desa Way Huwi,” ujarnya.

Budi, Sekretaris MADA LMPI Lampung, yang mewakili Ketua MADA LMPI Lampung, menegaskan dukungan penuh kepada MARCAB LMPI Lampung Selatan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Desa Way Huwi. “Tidak ada yang boleh merebut tanah fasilitas umum ini,” ujarnya.

Dengan semangat kebersamaan, LMPI mengajak masyarakat untuk bersatu melawan mafia tanah yang merampas hak-hak warga. “NKRI HARGA MATI,” tutupnya dengan penuh semangat.

Kades Way Huwi dan Senator Audiensi dengan Polda Lampung Terkait Lahan

Lampung Selatan – Masyarakat Way Huwi yang diwakili oleh Kepala Desa, Muhammad Yani, Sekretaris Desa Ahmad Syarkati Azan, Saksi Hidup Tukijo (mantan Sekretaris Desa 1968-1980), serta H. Abdul Hakim, anggota DPD RI dan Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP), mengadakan audiensi dengan Polda Lampung untuk memperjuangkan hak rakyat terkait sengketa tanah di Desa Way Huwi, Senin (23/12/2024). Audiensi ini bertujuan untuk membahas masalah tanah yang berkaitan dengan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di desa tersebut.

Audiensi ini diterima langsung oleh Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, Wakapolda Lampung, di ruang kerjanya. Dalam kesempatan ini, Kepala Desa Way Huwi, M. Yani, menjelaskan bahwa lahan yang kini sedang dipersengketakan telah digunakan oleh warga sejak puluhan tahun yang lalu.

“Saya bingung, tiba-tiba PT. BTS, BW Group menutup paksa dengan pagar beton dan mengklaim bahwa tanah ini milik perusahaan mereka. Padahal, lahan ini sudah digunakan oleh masyarakat sejak zaman Belanda, bahkan nenek moyang kami dikubur di tanah ini,” jelas M. Yani.

Lahan tersebut, yang digunakan sebagai lapangan olahraga, fasilitas umum, dan tempat pemakaman warga, selama ini juga digunakan untuk kegiatan penting seperti upacara 17 Agustus, salat Idul Fitri, Idul Adha, tabligh akbar, dan peringatan Maulid Nabi. Semua kegiatan ini telah berlangsung sejak 1968 hingga 2024 tanpa ada gangguan.

M. Yani menambahkan, perwakilan PT. BTS mengklaim kepemilikan tanah berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 370 Tahun 1996 seluas 35 hektar, yang disebutkan untuk pembangunan perumahan. Namun, menurutnya, lahan tersebut saat ini terbengkalai dan tidak digunakan sesuai peruntukannya.

“Lahan ini seharusnya digunakan untuk pembangunan real estate sejak 1996, namun hingga kini tidak ada perkembangan. Kenapa baru 2024 ini mereka mengklaim tanah ini? Ini yang menjadi pertanyaan kami,” ujar M. Yani.

Kepala Desa Way Huwi juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat ke Kementerian ATR/BPN untuk meminta klarifikasi terkait HGB tersebut dan mengungkapkan adanya mafia tanah yang merugikan warga.

“Sekarang kami sedang menunggu jawaban dari Kementerian ATR/BPN mengenai HGB Nomor 370 tersebut,” tambah Yani.

Anggota DPD RI H. Abdul Hakim hadir dalam audiensi tersebut sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan hak masyarakat, terutama dalam mengembalikan fasilitas umum seperti lapangan sepak bola, lapangan voli, dan lahan pemakaman yang merupakan hak rakyat.

Selama pertemuan, Kepala Desa menyerahkan sejumlah dokumen, termasuk surat keterangan tanah, surat pernyataan dari tokoh masyarakat dan tua-tua kampung, kepada Kasubdit Krimum Polda Lampung, didampingi Wakapolda Lampung dan Dirreskrimum Polda Lampung, serta Azan dan Tukijo.

Sengketa lahan ini juga telah mendapat perhatian dari Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, yang telah mengirimkan surat kepada Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto untuk menyelesaikan konflik terkait fasum dan fasos tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Abdul Hakim.

Tukijo, saksi hidup berusia 84 tahun yang mengetahui asal-usul tanah tersebut, menjelaskan bahwa lahan lapangan sepak bola itu sudah dikelola warga sejak 1967. Namun, pada 1996, PT. BTS mengeluarkan sertifikat HGB untuk lahan tersebut.

Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyarankan agar warga menahan diri, mengingat status tanah ini masih dalam status quo antara kedua pihak. Ia mengingatkan agar tidak ada tindakan pengrusakan yang dapat menimbulkan masalah hukum lebih lanjut.

“Untuk sementara, PT. BW yang memegang HGB hingga 2026. Tanah ini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Warga diharapkan menjaga keamanan dan ketertiban, dan jika ingin menggunakan lapangan untuk kegiatan seperti salat Idul Fitri, Idul Adha, atau olahraga, bisa mengajukan surat kepada PT. BW,” kata Wakapolda Lampung.

Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menegaskan, Polda Lampung akan terus melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat dengan profesional dan proporsional dalam menangani perkara ini, tanpa memihak dan tetap sesuai aturan yang berlaku.

“Kami akan berdiri tegak lurus dalam menjalankan tugas ini,” tutup Wakapolda Lampung.

Sekjen DPP BARA JP, Dr. Really Reagen: Kementerian ATR/BPN Harus Sikapi Sengketa Lahan Fasum dan Fasos Masyarakat Way Huwi dengan Perusahaan

Lampung Selatan – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Barisan Rakyat (BARA) JP, Dr. Really Reagen, mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) untuk segera mengambil sikap tegas terkait sengketa lahan fasilitas umum (fasum) dan Fasos yang melibatkan masyarakat Way Huwi dengan perusahaan PT. BTS, anak perusahaan BW, yang saat ini tengah bergejolak.

Reagen mengungkapkan kekecewaannya atas sikap perusahaan yang mengklaim tanah fasum dan fasos milik masyarakat, sementara sebagian lahan tersebut telah digunakan oleh warga untuk fasilitas umum dan tempat makam umum selama puluhan tahun. Menurut Reagen, perusahaan tersebut tidak berhak menguasai tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Sengketa ini harus segera diselesaikan. Lahan tersebut sudah bertahun-tahun digunakan oleh masyarakat Way Huwi sebagai fasum dan tempat makam umum. Jika perusahaan PT. BTS tidak dapat memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat, lebih baik cabut saja HGB-nya. Jangan biarkan tanah ini dikuasai hanya untuk kepentingan kelompok tertentu,” tegas Reagen.

Reagen juga mengkritik perusahaan PT. BTS yang merupakan anak perusahaan dari BW, yang dinilai tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah ini. Dia menegaskan bahwa tanah tersebut seharusnya menjadi milik dan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak.

“Masyarakat sudah lama memanfaatkan lahan ini untuk kepentingan bersama, dan tidak ada alasan untuk menyerahkan tanah ini kepada perusahaan yang tidak memberi kontribusi nyata. Kementerian ATR/BPN harus turun tangan dengan serius untuk memastikan hak-hak masyarakat terlindungi,” tambahnya.

Reagen berharap Kementerian ATR/ BPN segera melakukan evaluasi terhadap status HGB yang diberikan kepada PT. BTS dan memastikan bahwa tanah tersebut digunakan sesuai dengan peruntukannya. Jika tidak, ia meminta agar HGB tersebut dicabut demi menjaga keadilan sosial bagi seluruh rakyat terutama bagi masyarakat Desa Way Huwi. [*]

Dalam Rangka Siger Berbagi, Selain Silaturahmi, Riana Sari Arinal juga Kunjungi Keponakannya, Kades Way Huwi

Lampung Selatan – Masyarakat Desa Way Huwi mendapatkan kunjungan Ibu Gubernur Lampung, Riana Sari Arinal beserta…

Pasca Penolakan Warga Way Huwi Atas Pemagaran Lahan, Beberapa Pihak Terkait Menggelar Focus Group Discussion di Kecamatan Jati Agung

Lampung Selatan – Penolakan warga soal pemagaran Lapangan Bola dan Voli, Sat Intelkam Polres Lampung Selatan…

Bawa Massa, PT. BTS (Grup BW) ‘Ngotot’ akan Pagar Lapangan Way Huwi

Lampung Selatan – Puluhan orang tak dikenal berada di lapangan sepak bola desa Way Huwi Kecamatan…

Warga Desa Way Huwi Tolak Rencana Pembangunan SPBU di Jalan Terusan Ryacudu

LAMPUNG7COM | Warga Masyarakat dan Pemerintah Desa memprotes dan menolak rencana pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar…