Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah diperkirakan akan mengumpulkan sekitar Rp 75 triliun pada tahun 2025 berkat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu.
“(Potensi penerimaan) itu sekitar Rp 75 triliun, berasal dari PPN 12 persen,” kata Febrio dalam keterangannya kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (16/12).
Febrio menambahkan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap defisit dan penerimaan negara pada tahun 2025. Pemerintah menargetkan defisit anggaran tahun depan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dengan pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 3.005,1 triliun.
“Penerimaan akan terus kita pantau, dan pengelolaan APBN selalu kita awasi,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa tarif PPN yang baru juga akan dikenakan pada kelompok barang mewah, termasuk bahan makanan dan jasa pendidikan premium.
“Kenaikan PPN 12 persen akan berlaku untuk barang-barang yang dikonsumsi oleh kelompok desil 9-10, yang merupakan kelompok paling kaya. Misalnya, daging sapi premium seperti wagyu atau kobe, yang harganya bisa mencapai lebih dari Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per kilogram,” ujar Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa daging sapi yang dikonsumsi oleh masyarakat secara umum dengan harga sekitar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per kilogram tidak akan dikenakan tarif PPN 12 persen.
Menurut data yang dipaparkan, beberapa bahan makanan premium yang akan dikenakan PPN 12 persen antara lain beras premium, buah-buahan premium, daging premium, serta ikan-ikan mahal seperti salmon, tuna premium, dan king crab.