Komisi II DPR Bahas Tanah Tanpa HGU, Rencanakan Land Amnesty untuk Tingkatkan Penerimaan Negara

Jakarta – Komisi II DPR menggelar konferensi pers untuk mengevaluasi kinerja akhir tahun 2024, yang salah satunya membahas masalah tanah yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menekankan bahwa tanah-tanah yang tidak memiliki HGU menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), yang kini dipimpin oleh Nusron Wahid. Rifqi menjelaskan, jika masalah tanah yang tidak memiliki HGU ini dapat segera ditertibkan, hal itu berpotensi meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.

“Kami akan segera memanggil Mas Nusron untuk memastikan hal ini. Karena jika 3 juta hektar tanah yang belum memiliki HGU ini bisa segera diselesaikan, penerimaan negara bisa mencapai lebih dari Rp 1.800 triliun,” ujar Rifqi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/12).

Rifqi menambahkan bahwa angka tersebut telah dihitung oleh Presiden Prabowo Subianto. Meski demikian, dia mengakui bahwa menertibkan tanah-tanah ilegal ini bukanlah hal yang mudah, mengingat ada pihak-pihak tertentu yang selama ini melindungi praktik tersebut.

“Tentu ini tidak mudah, karena banyak pihak besar yang terlibat dalam hal ini. Kami tidak bermaksud mencari kesalahan satu per satu, tetapi kami mengimbau seluruh elemen bangsa untuk berkontribusi terbaik bagi negara ini,” tutur Rifqi.

Dari sisi legislasi, politisi NasDem itu juga menyatakan bahwa Komisi II akan mendorong revisi terhadap aturan pertanahan yang ada, untuk mendorong pemilik tanah agar segera mendaftarkan tanahnya agar dapat memiliki sertifikat dan menjadi objek pajak.

“Kami akan mendorong revisi terhadap aturan pertanahan ini. Seperti halnya Komisi XI yang memperkenalkan tax amnesty, kami mungkin akan memperkenalkan land amnesty,” ujarnya.

Rifqi menjelaskan lebih lanjut tentang konsep land amnesty, yaitu pemberian kesempatan kepada mereka yang telah menguasai tanah secara ilegal selama puluhan tahun untuk segera mendaftarkan tanahnya. Hal ini bertujuan agar tanah tersebut menjadi legal dan dapat dikenakan pajak.

“Land amnesty ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang selama ini tidak mendaftarkan tanahnya karena tidak ingin membayar pajak. Tanah ilegal memang menguntungkan bagi mereka karena bisa bebas dari kewajiban pajak, dengan memanfaatkan pengaruh dan kekuasaannya,” tambah Rifqi.

Lebih jauh, Rifqi menegaskan bahwa bagi tanah yang belum juga didaftarkan dalam jangka waktu enam bulan hingga satu tahun, negara akan mengambil alih tanah tersebut untuk kepentingan nasional.

“Kita tidak perlu membahas masa lalu, yang penting kita fokus pada masa depan. Kami berharap mereka dengan sadar akan mendaftarkan tanahnya. Namun jika tidak, negara akan mengambil alihnya untuk kepentingan nasional,” tutup Rifqi.

Tulis Komentar Anda