KPK Periksa Yasonna Laoly Terkait Harun Masiku Keluar Masuk RI

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap hasil pemeriksaan terhadap politikus PDIP, Yasonna Laoly, terkait dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada 18 Desember 2025.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Yasonna diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM. Fokus pemeriksaan adalah data perlintasan Harun Masiku, yang menjadi kunci dalam penelusuran keberadaannya.

“Yang kami dalami adalah kapan Harun Masiku keluar dan masuk Indonesia. Ada keterlambatan dalam data perlintasan yang memunculkan perdebatan soal tanggal pastinya,” ujar Asep dalam konferensi pers, Rabu (8/1).

Data Perlintasan Harun Masiku

Asep menegaskan bahwa data perlintasan menjadi penting untuk merekonstruksi keberadaan Harun, baik saat operasi tangkap tangan (OTT) maupun saat tindak pidana terjadi.

“Tangkap tangannya tanggal 8 Januari 2020, sementara Harun Masiku keluar negeri pada tanggal 6 Januari 2020. Masuknya kapan? Ini yang sedang kami konstruksikan,” katanya.

Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur (kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan korupsi anggaran distribusi bantuan sosial beras Muhammad Kuncoro Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (18/9). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur (kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan korupsi anggaran distribusi bantuan sosial beras Muhammad Kuncoro Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (18/9). Foto: Istimewa

Yasonna Sebut Terkait Permintaan Fatwa ke MA

Setelah diperiksa, Yasonna mengungkap bahwa ia dimintai keterangan sebagai Ketua DPP PDIP terkait surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung (MA).

“Ada surat dari saya ke MA untuk meminta fatwa,” kata Yasonna kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (18/12/2025).

Fatwa itu terkait putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 yang menjadi dasar perdebatan antara PDIP dan KPU. Menurut Yasonna, fatwa tersebut diperlukan karena adanya perbedaan tafsir dalam penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui mekanisme PAW.

Latar Belakang Kasus PAW

Kasus ini bermula dari polemik PAW dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I. Riezky Aprilia, yang meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas (meninggal sebelum pemilu), ditetapkan KPU sebagai anggota DPR terpilih.

Namun, PDIP mengusulkan Harun Masiku, yang hanya berada di posisi keenam, untuk menggantikan Riezky. PDIP mengajukan judicial review ke MA, yang kemudian menghasilkan putusan yang mendukung usulan tersebut.

Massa pengunjuk rasa membentangkan spanduk Harun Masiku dalam aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: Zaky Fahreziansyah/ANTARA FOTO
Massa pengunjuk rasa membentangkan spanduk Harun Masiku dalam aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/12/2024). Foto: Istimewa

Dugaan Suap kepada Komisioner KPU

Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan OTT pada Januari 2020. Harun Masiku diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, Komisioner KPU, untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.

Meski beberapa pihak berhasil diringkus, Harun Masiku tidak tertangkap dalam OTT tersebut. Ia dinyatakan buron hingga saat ini, lima tahun setelah kejadian.

Perkembangan Kasus

Pada Desember 2024, KPK menetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka terkait kasus ini. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan pada 23 Desember 2024.

Kasus ini masih menjadi sorotan publik, terutama karena Harun Masiku belum berhasil ditangkap hingga kini. KPK terus menggali informasi baru untuk mengungkap kebenaran dan menuntaskan kasus tersebut.

Tulis Komentar Anda